Lia
Entah sudah minggu ke berapa, aku masih saja terjebak di dalam gubuk kumuh yang menjijikkan. Andai saja aku terlahir diempat musim,mungkin nasib ku takkan seburuk ini. Aku benci,semenjak butir bening itu mulai berjatuhan ke bumi. Aku dipaksa secepat kilat mencari tempat,menghindar. Tak peduli sehancur apa tempat itu. Lalu,kenapa manusia-manusia aneh itu malah seringkali menunggu saat seperti ini? Saat hujan mulai menyerbu membasahi tanah.
Si-Ldr yang tiba-tiba merindui pujaannya. Amat rindu. Kata mereka, diakala hujan kita akan merindukan seseorang 1000kali lebih kuat dari biasanya. Atau sepasang kekasih yang memadu kasih menunggui hujan reda. Mereka duduk bersitatap lalu saling memberi kehangatan. Sesaat kemudian mereka memandang setiap tetes hujan yang turun,lalu mencoba menghitungnya. Bertanya-tanya sudahkah sebanyak ini perasaanku pada seseorang yamg sedari tadi duduk disampingku? Lalu,mereka kembali bersitatap dan salah satu dari mereka berucap "aku mencintaimu". Oh sungguh mual aku mendengarnya!
Hingga,para anak kecil tanpa dosa berlari-larian kesana kemari menikmati air terkutuk itu. Mereka tertawa riang sekali. Bermain memercikkan air. Menengadah ke langit sambil memejamkan mata lalu memutarkan badan merasakan bulir air itu kuyup membasahi kulit mereka. Sudah ku katakan,mereka bahagia.
Brengsek! Kenapa tak ada satupun yang mengetahui bagaimana aku?
Suatu ketika,saat umurku masih berbilang kecil. Mungkin 5 tahun. Aku tak terlalu ingat. Sebelumnya,aku sama dengan mereka. Sama dengan manusia yang lain. Aku selalu bahagia jika bumi mulai mendung. Ah,aku tau sekali bahwa beberapa saat kemudian hujan akan turun. Aku akan bermain sepuasnya dengan temanku,atau menghabiskan waktu dirumah dengan ibu. Dan terlelap dipelukannya.
Tapi,tiba-tiba di suatu sore. Bel tanda pembelajaran telah selesai berbunyi. Aku dan teman-teman segera meluncur keluar kelas. Berbaris ditepi lantai,lalu melihat hujan turun. Satu-persatu orangtua temanku sudah mulai berdatangan menjemput. Ada yang dijemput neneknya,kakeknya,ibunya,ayahnya. Atau kedua orang tuanya sekaligus. Hingga mereka menghilang pulang. Aku belum jua melihat sosok ibu. Kemana ibu? Ya, aku tak mungkin menunggu ayah,sebab aku hanya punya ibu.
"Lia,ibu kamu belum datang? Pulang sama ibuk saja nak" salahsatu guru disana menawariku mengantar pulang.
"Tidak!" Jawab ku ketus.
Aku hanya akan pulang dengan ibu. Ibu sudah berjanji kepadaku untuk menjemput. Berinjit-injit ku lihat kekejauhan. Hingga, malam akhirnya menyapaku. Namun nestapa,ibu tak kunjung ada.
*bersambung
Komentar
Posting Komentar