Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2018

Kapan memulai?

Hari ini. Ketika kamu mulai meniatkan semuanya. Ketika kamu perlahan mulai sadar betapa butuhnya kamu dengan syariat islam.nKetika jejak-jejak masa lalu sudah mulai kamu tinggalkan. Maka saat itu juga kamu bisa memulainya. Memulai apa yang masih orang-orang tunda. Padahal semua orang punya waktu yang sama

Coba ikuti maunya Allah dulu

Terletak pada kemauan kita. Mau tidak menjalaninya. Mau tidak mendengarnya. Apa kata Allah atau apa kata kita? Coba deh turutin maunya Allah dulu. Walau terkadang kita nggak suka. Nggak sesuai sama selera kita. Tapi coba aja dulu. Mana tau nyaman. Mau tau nagih. Mana tahu itu yang kita cari selama ini. Banyak kok di luar sana yang menangis setiap malam. Yang nyesal sama dirinua sendiri. Kenapa baru sekarang? Kenapa baru berubah hari ini? Kenapa baru tahu? Dan seribu kenapa lainnya. Yang mungkin nggak kita rasakan karena kita lebih dulu Allah perkenalkan. Kita lebih dulu Allah perkenalkan dengan Al-quran, sehingga keimanan kita sampai pada tahap di mana kita merasa butuh untuk selalu membacanya. Kita lebih dulu Allah pekenalkan dengan hijab, sehingga kita lebih dulu tahu bahwa menutup aurat itu kewajiban.

Kenapa harus syariat islam?

Ya, Karena kita orang islam. Kalau bukan orang islam mah boleh saja mau menjalankan syariat apa. Karena kamu sudah terlanjur Allah jebak untuk terlahir menjadi seorang muslim, maka mau tidak mau kamu harus siap menjalankan syariat islam dengan segala kekuranganmu. Kok kekurangan? Iya. Nanti pasti ada ngeluhnya, ada malasnya, ada ngelanggarnya. Tapi kalau dipikir-pikir aneh juga ya, kok kita masih ragu menjalankan ajaran agama kita sendiri? Padahal kalau kita sadar nih, ternyata syariat islam itu enggak ada yang membuat kita sengsara. Malah membuat kita terjaga.  Pengen nggak pacaran, tapi ada aja yang nembak. Kalau ditolak entar dikira belagu. Pengen tilawah tapi benar-benar nggak ada waktu. Pekerjaan numpuk terus. Pengen sih berubah tapi kok kayak ada yang mengahalangi. Ya, itula akarnya, entah kenapa kita sulit sekali mendapatkan peluang untuk berubah. Niat udah ada nih.  Kok bisa gitu ya? Ternyata jawabannya karena dosa-dosa yang kita anggap biasa melakukannya

Cari teman shalih

Menjalani syariat islam sendirian itu memang tidak mudah, tapi bisa kok. Apalagi kalau ngejalaninnya bareng-bareng. Bareng sama teman kamu, sahabat kamu, keluarga kamu. Hari ini apakah kamu merasa asing dengan pilihanmu? Dengan pilihan yang sudah susah payah kamu ambil. Dengan segala pertimbangan. Dengan segala pergolakan batin. “Aku masih ingin menjalani kehidupan seperti kebanyakan orang”. Lalu kalimat itu kali ini berubah “Aku akan menjalani syariat islam dalam kehidupanku tanpa peduli apa kata orang”. Ya, kalimat dengan penuh keyakinan itu. Sebenarnya kamu tidak sendiri. Di luar sana, banyak yang sedang berjuang seperti dirimu. Berjuang melawan hawa nafsu dan berusaha meletakkan segala perintah Allah di atas segalanya. Menjalani keseharian sebagaimana yang Allah inginkan. Oleh karena itu ketika kita memutuskan untuk hijrah dan memutuskan menjalani kehidupan sesuai syariat islam maka saat itu kita sebenarnya butuh lingkungan yang bisa menerima kita. Kita butuh orang-

Manusia bebas memilih

Apa yang sedang kita jalani ialah bagian dari pilihan kita. Seperti yang kita tahu bahwa manusia Allah anugerahkan akal dan pikiran untuk bebas menjadi penentu kehidupannya. Allah memberikan keistimewaan kepada manusia untuk dapat memilih antara yang haq (benar) dan bathil (salah) sebagai jalan menuju ketaatan.   “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (Q.S Asy-syam ayat 8) Jelas sekali dalam ayat tersebut Allah jelaskan secara gamblang betapa manusia memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan jalan hidupnya. Jadi ketika ada yang bilang “belum dapat hidayah” itu berarti ia memilih untuk tidak menerima hidayah dulu. Ia memilih untuk tetap stagnant dengan masa jahiliyahnya. “Ya, setiap muslimah pasti pengen berhijab suatu saat nanti” Nah dari kalimat itu saja tergambar bahwa mereka sendiri yang mau menunda kebaikan itu. Mereka sendiri yang memilih untuk ‘tidak dulu’ mengaplikasikan syariat islam. Karena bagi mereka masih

Kualitas Iman

Iman adalah pondasi dalam diri seorang manusia. K ualitas iman dilihat bagaimana kualitas kita mau memperbaiki setiap kesalahan yang dibuatnya.Bagainana mereka merasa takut karena merasa Allah melihatnya dalam setiap tindakan.  Iman adalah perasaan takut. Iman adalah perasaan was-was. K arena ketidaksempurnaan kita sebagai manusia membuat kita sangat lemah dalam menghadapi hidup ini. Kadang kita merasa menjalani ibadah hanya menjadi rutinitas, bukan kebutuhan. Sholat ya sekedar sholat . K ita sering sekali megotak- ng otakan ibadah sebagai ritual. Padahal apapun  yang kegiatan yang kita lakukan bisa menjadi sebuah ibadah Ibadah itu luas. Kita melakukan apapun dengan mengharap ridho allah itu ibadah.  “Balasan mereka di sisi Allah ialah surga And’yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terharap mereka.dan mereka pun ridha kepada-Nya” (Q.S Al-bayyinah 8) Kebayang nggak sih , pada zaman para sahabat Allah udah jam

Penyesuaian diri

Salah satu hakikat manusia dalam perspektif psikologi adalah proses penyesuaian. Entah itu penyesuaian dengan diri sendiri, penyesuaian dengan sesama bahkan penyesuaian dengan lingkungan sekitar Menurut Acocella dalam Sobour penyesuaian diri adalah interaksi yang anda lakukan secara kontinu atau berkelanjutan dengan diri anda sendiri, orang lain, dan dunia anda. Tahap pemyesuaian diri adalah hal yang mungkin akan kita temui ketika kita mulai menerapkan islam secara kaffah. Karena mungkin, akan banyak hal-hal yang biasanya dilakukan mansyarakat setempat yang sedikit berbeda dengan anjuran islam. Bisa saja adat yang biasa berkembang di tempat itu mengadop budaya dari agama lain. Atau bisa saja sesuatu itu sebenarnya tidak bertentangan dengan adat, tapi karena belum terbiasa melakukannya   menjadikan keganjalan di dalam masyarakat tersebut. Menurut Fromm dan Gilmore ada 4 aspek kepribadian dalam penyesuaian diri yang sehat, antara lain; a.        Kematangan emosional b

Amalan yang kontinu

Nggak usah terburu-buru. Santai aja. Yang namanya proses memang selalu butuh waktu. Nggak mungkin kan anak bayi langsung bisa jalan? Nggak mungkin rambut yang dulu pendek langsung panjang. Ya, itu tadi. Bahwa semua proses butuh waktu. Kamu nggak usah khawatir kalau saat menjalani itu kamu belum bisa berubah secara cepat. Untuk apa hasil abal-abal yang diharapkan. Terkadang proses yang banyak membentuk keteguhan dalam hati kita. Kalau simsalabim saja coba bayangin hasilnya? Hidup nggak bisa juga kalau kita cuma nurut kayak air. Karena air itu kan ngalirnya ke bawah, sedangkan kita selalu ingin peningkatan dalam hidup. Entah itu perihal iman, ibadah, kebaikan, dan hal baik lainnya. Mungkin nggak semua orang paham dengan apa yang sedang kita jalani. Karena terkadang penerimaan itu selalu sulit daripada penolakan. Tapi yakinlah jika semakin ditolak kita semakin memperlihatkan kebaikan dalam diri kita, maka lambat laun penolakamn itu akan berubah menjadi apresiasi yang luar bias

Belum mengenal islam seutuhnya

Kita terlahir menjadi seorang muslim. Dari dalam kandungan, hingga kita tumbuh bertahun-tahun setelah itu. Menjalani setiap tahap kehidupan dengan syariat islam suatu ketika di dalam sebuah forum saya pernah bertanya seperti ini. “Kalau menangis saat bulan puasa apakah batal puasanya?” Sebagian mereka terlihat bingung, sebagaian yang lain menjawab ‘iya’ dengan ragu-ragu. Lalu saya jawab. “iya, batal. Kalau nangisnya sambil minum” Mereka tertawa malu-malu Begitulah kenyataannya. Kita bertahun-tahun menjalankan syariat islam. Tapi kita sebenarnya tidak tahu apa yang sedang kita jalani. Kita hanya mengikuti yang telah ada. Tanpa kita mau mempelajarinya lebih dalam. Dan pada akhirnya, kita hanya ikut-ikutan. Kita tidak mengenal islam, agaman kita sendiri. Kita tidak tahu kenapa harus menjalaninya seperti ini? Untuk apa? Itulah akibatnya kenapa kita menjadi malu untuk berislam secara kaffah. Kita malu mengaplikasikan syariat islam dengan utuh. Kita memilih mela

syariat islam itu kuno?

Kamu mengganggap islam terlalu mengekang. Mengatur kehidupan manusia terlalu detail. Padahal setiap orang berhak dong menjalankan hidup seperti yang mereka mau. Bukankah yang menerima baik dan buruknya mereka sendiri. Lalu mengapa islam begitu ikut campur? Islam itu terlalu kuno. Tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Agama yang tertutup. Cara berpakaian saja kok diatur?  Sekarang nggak zaman lagi pakai baju yang tertutup. Seperti ibu-ibu saja. Kalau masih muda, nikmati dulu hidup yang modern ini. Hey, pernahkah kamu berpikir demikian? Pernahkah kamu ada di posisi demikian? Apakah memang syariat islam tidak bisa mengikuti zaman? Itulah pikiran-pikiran orang barat di luar sana. Mereka mengedepankan diri mereka yang ‘katanya’ punya hak untuk melakukan apapun di dunia ini. Padahal dunia ini milik siapa? Itulah keyakinan mereka. Bahwa agama hanya mengatur hal-hal ibadah saja. Hanya hal-hal ritual saja. Selanjutnya, terserah mereka. Islam bukannya tidak bisa me

Seandainya ramadhan tak pernah ada

Seandainya ramadhan tak pernah ada Akankah kamu mau memulai itu semua seperti hari ini? Ketika kamu biasanya malu untuk ke masjid, tapi saat Ramadhan kamu ingin melakukan itu. Kamu terpaksa mendengar ceramah setiap malam karena sudah terlanjur terjebak di dalamnya. Ketika kamu jarang untuk membuka al-quran, tapi saat Ramadhan kamu begitu bersemangat membacanya. Entah kenapa aktivitas itu terjadi begitu saja. Ketika kamu sangat susah bangun pagi, tapi saat Ramadhan hal itu menjadi sebuah rutinitas. Seandainya Ramadhan tak pernah ada Akankah kamu mau meninggalkan maksiat itu seperti hari ini? Ketika biasanya kamu terbiasa keluar membuka aurat, mengghibah, menonton drama korea, pacaran dan perilaku buruk lainnya. Namun hari ini, seperti ada energi yang mencegahnya. "Ini bulan Ramadhan, jangan deh. Kan bulan suci" "Taubat dulu deh sekarang" "Ramadhan ini banyakkin pahala dulu deh" Dan pernyataan baik lainnya. Entah kenapa kebaikan dari dirimu munc

Hijrah tanpa istiqamah

Hijrah   berarti pindah.   Hijrah berarti berubah. Berpindah dari kondisi yang kurang baik ke tempat yang lebih baik. Berubah dari jahilliyah menjadi penuh ilmu pengetahuan.   Beruntungnya kita sekarang berada di zaman ini. Ketika hijrah menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi. Ketika hijrah sudah dianggap hal yang biasa saja. Orang yang kemarin sore masih memakai baju terbuka, hari ini bisa saja memakai baju syar’i. Semua berbondong-bondong untuk berubah. Ya, seharusnya kita bersyukur. Kalau dulu masih malu-malu, masih belum berani, masih memikirkan apa kata orang. Hari ini semua itu tidak lagi jadi penghalang Lalu apa yang membuat kita masih belum mau melakukannya? Fenomena hijrah memamg cukup mencengangkan beberapa tahun terakhir. Mungkin, di situ Allah perlihatkan. Bahwa apapun bisa terjadi di dunia ini. Dulu, eksistensi orang yang berjilbab dalam itu adalah orang yang hafal al-qur’an, rajin ibadah, dan lain sebagainya.  Namun hari ini mungkin tidak. Karena pada

Berani keluar dari zona nyaman

Emang harus berani dibilang aneh, dibilang sok taat, dibilang sok alim dulu kalau mau menjalankan syariat islam secara kaffah. Karena di negara kita kelihatannya masih tabu aturan-aturan islam itu meskipun Negara kita penduduknya mayoritas islam. Aneh ‘kan? Suatu hari saat saya sedang melaksanakan sholat berjamaah di mushola kampus, saya mencoba menerapkan syariat islam yang mana selalu imam katakan sebelum sholat. “Saf lurus dan rapat” Tapi kita malah berpatok pada jarak sajadah, padahal ukuran setiap tubuh itu berbeda. Jadi kalau memang dalam satu sajadah itu masih ada lebihnya seharusnya kita tidak biarkan renggang. Karena biasanya setan suka bermain diantara jarak itu dan mudah membisikkan godaan pada kita. Sehingga sholat kita susah untuk khusyuk. Tujuan dari merapatkan shaf itu sendiri agar terciptanya shaf yang lurus “ Luruskan shaf, rapatkanlah bahu-bau, dan tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian. Dan jangan biarkan ad

Penilaian manusia atau Allah?

Lemahnya kita sebagai suatu hamba ditunjukkan oleh suatu sikap di mana kita lebih sering menggantungkan segala pertimbangan, keputusan, dan nilai-nilai dalam diri kita kepada orang lain. Kita menganggap bahwa pendapat dari mereka itu adalah sesuatu yang wajib menjadi tolak ukur atas pencapaian hidup kita.   Tak ada yang ingin buruk di mata orang lain. Semuanya berusaha menjadi role paling baik. Karena ternyata hidup menjadi makhluk sosial itu ternyata cukup berat. Ya, manusia adalah makhluk social. Di mana mereka tidak akan bisa hidup tanpa orang lain. Setiap hari kita berinteraksi satu sama lain. Saling menunjukkan sikap. Saling menunjukkan kepandaian. Sehingga kita lupa untuk apa sebenarnya kita melakukan segala tindakan ini. Siapalah kita di mat Rabb kita? Pernahkah merenungkan hal demikian? Pernahkah kita menggantungkan segala pertimbangan, keputusan, dan nilai-nilai dalam diri kita kepada Rabb? Ataukah selama ini Rabb hanyalah tempat mengadu ketika kita sudah berada

Pilih-pilih syariat

Pada hakikatnya dalam diri manusia ada fitrah untuk selalu berbuat baik sesuai agamanya. Mereka sebenanrya sadar bahwa setiap laku dan perbuatan itu sudah diatur. Aturan itu yang akan menjadi kebiasaan dalam diri dan akhirnya berubah menjadi sebuah karakter. "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  (Q,S Ar-rum: 30)   Tentu di luar sana sudah banyak kita temui semua orang dengan perbedaan karakternya. Tidak ada yang akan pernah sama. Bahkan ketika dua orang teman sedang berinteraksi dan berkata “eh, kok kita sama ya?” itu hanyalah persepsi sementara. Katakanlah, sesama apapun sifat, perangai, dan laku mereka. Pasti ada yang berbeda dari keduanya. Ya, karakter. Kenapa itu bisa terjadi? Karena setiap manusia dibentuk oleh kebiasaan yang berbeda. Mulai d

Dua kosong

Aku selalu khawatir bagaimana memaknai angka 20 ini. Momen pertambahan usia adalah peristiwa yang selalu kurenungi. Karena sejatinya, waktuku di dunia sudah semakin berkurang. Sedangkan amal dan imanku tak juga kunjung bertambah. Seperempat abad? Untuk apa saja kuhabiskan usia 20 tahun ini? Sudah sebermanfaat apa? Apa saja karya yang sudah kutorehkan? Deretan pertanyaan yang mengerikan. Sungguh Allah, umur adalah amanah yang sangat berat bagiku. Jika kelak engkau tanya, aku habiskan untuk apa saja 20 tahun ini? Akankah aku mampu menjawab pertanyaan itu.  Menjalani hidup itu emang nggak bisa gitu-gitu aja. Keberhasilan satu, dua, tiga dan lainnya hanyalah sebagai refleksi diri. Bahwa tidak ada yang bisa kita banggakan atas diri yang bahkan bukan milik kita sendiri. Kita terlalu cupu kalau ngejalanin hidup cuma mau senang-senang doang. Cuma mau dikabulin doa, tanpa mau menjalani prosesnya. Ya, 20 tahun ini proses yang luar biasa. Dan masih ada tahun-tahun selajutnya yang penuh ke