Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

Tujuan

Dari sekian banyaknya perjalanan yang sudah kita tempuh. Dari sekian banyaknya aktivitas yang sudah kita lakukan setiap hari. Pernahkah berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri. Mengapa kita mau melakukannya? Apa yang membuat kita tetap rela menghabiskan waktu untuk rutinitas tersebut? Apa yang membuat kita yakin bahwa semua ini akan membawa kita ke dalam sebuah kebahagiaan? Jangan-jangan yang kita peroleh dalam perjalanan ini hanyalah kurasan energi karena kita tidak tahu mengapa kita mau melakukannya. Jangan-jangan yang kita peroleh dalam perjalanan ini hanyalah jalur orang lain karena kita ingin menjadi sama dengan orang tersebut. Jangan-jangan yang kita peroleh dalam perjalanan ini hanyalah pengkerdilan iman karena kita tidak paham siapa hakikat diri ini di hadapan Allah. Apakah karena kamu sudah lupa dengan esensi tujuan hidup yang sebenarnya? Padahal kamu tahu, bahwa perjalanan tanpa tujuan hanya akan membuatmu terombang-ambing. Mari memulai kembali untuk mengenali

Mendidik

Biarlah semesta mendidikmu dengan cara-Nya. Bisa saja dengan mengambil sebagian hartamu. Bisa saja dengan menguji karirmu. Bisa saja dengan memberimu sedikit kesulitan . Bisa saja mempertemukanmu dengan peristiwa menyakitkan Karena kamu tidak pernah tahu, bagian mana dalam hidupmu yang ingin Allah tingkatkan kapasitasnya. Boleh jadi rasa sabarmu, boleh jadi rasa ikhlasmu, boleh jadi rasa syukurmu. Boleh jadi rasa qonaahmu. Semua sudah ada takarannya. Apa yang Allah ambil darimu pasti Allah ganti dengan yang lebih baik.  Karena pada hakikatnya, kamu sama sekali tidak punya apa-apa. Tidak usah khawatir. Kesedihan itu hanya sesaat. Kekecewaan itu hanya sementara. Yang pasti, kamu tidak akan pernah dirugikan . Sama sekali tidak pernah. Oleh sebab itu, b iarlah semesta mendidikmu dengan cara-Nya.

Lagi-lagi waktu

Semakin dewasa, kita semakin sadar bahwa; setiap waktu yang terlewat tanpa pemaknaan itu adalah sebuah kebodohan. Kita memang terbiasa dengan rutinitas yang selalu diulang setiap harinya. Dari pagi hingga pagi lagi. Kita lupa bahwa apa yang sudah kita lewatkan tidak mungkin kembali lagi. Kita lupa bahwa yang berlalu itu tidak bisa dijemput kembali. Kita mungkin berhasil menyelesaikan rutinitas tersebut. Tapi apakah rutinitas itu membentuk sesuatu dalam diri kita? Waktu adalah hal yang tak bisa diperbaharui. Jika ia sudah dipakai maka ia tidak akan bisa diulang penggunaannya. Jika ia habis, maka habislah. Jika ia hilang, maka tidak satupun alat canggih yang bisa mencarinya. Kita harus ingat, bahwa waktu adalah titipan yang punya batas akhirnya. Kalau pemiliknya meminta, maka harus dikembalikan. Siap atau tidak siap. Waktu yang kita genggam semakin hari akan semakin berkurang takarannya. Diam-diam menyusut secara perlahan. Entah kita menyadarinya atau tidak, tapi itu terjadi. Dan rit
Nyatanya, jika kamu ingat-ingat lagi. Kekuatan yang selama ini buat kamu kuat dan bertahan hidup di muka bumi yang atmosfernya berubah-ubah setiap hari. Kadang bikin kamu bahagia , kadang bikin kamu sediiiiiiih banget . Kadang bikin ketawa, kadang bikin nangiiis sampai seharian. Kekuatan itu ternyata adalah doa yang malam itu kamu ucapkan begitu tulus. Nggak ada orang yang tahu betapa sesaknya dadamu hari itu. Lalu diam-diam kamu bangun tengah malam. Ambil wudhu, dan bersimpuh di hadapan-Nya. Malam itu kamu pasrahin semuanya sama Allah. Kamu mohon sama Allah buat angkat rasa kecewa itu dan cabut ke akar akarnya. Nggak tahu lagi mau ngadu ke siapa. Akhirnya kamu nyerah, dan ngadu sama Allah. Ngadunya nggak ngomong apa-apa. Cuma nangiiiiiiiisss. Dan kamu ngebayangin waktu-waktu yang udah berlalu. Ya allah, ternyata banyak banget hal sia-sia yang kamu lakuin. Saat itu kamu malu, selama ini keterlaluan banget ngejauhin Allah. Tapi ya gimana, cuma Allah yang mau dengar masalahmu ha

Barangkali

Barangkali, kamu hanya sedang tergesa-gesa mengartikan skenario hebat Allah hanya karena;kamu merasa perjalananmu begitu panjang dari yang lain. Hanya karena kamu merasa usahamu begitu rumit dari yang lain. Dan hanya karena pencapaianmu lebih sederhana dari yang lain. Tapi, bukankah karena perjalanan panjang itu membuatmu menjadi manusia yang lebih sabar? Bukankah karena usaha yang rumit itu membuatmu menjadi manusia yang lebih ikhlas? Pun dengan pencapaian sederhana itu membuatmu menjadi manusia yang lebih bersyukur? Lalu, skenario yang bagian mananya yang kamu khawatirkan?

Proses

Di saat beban itu terasa semakin berat, menumpuk, dan rasanya sudah sesak. Terkadang mau menyerah saja, berhenti, dan sembunyi dari semuanya. Berbalik arah dan memilih menjalani kehidupan seperti orang 'kebanyakan'. Di detik-detik itu-paling akhir-pertolongan Allah secara mendadak datang. Menopang segala beban dan kegelisahan itu. Eh, urusan yang 'ini' udah kelar aja. Eh, urusan yang 'itu' udah selesai juga. Eh, nggak kerasa udah rapat final aja untuk acara besok. Eh, tumpukan tugas tadi sudah dikumpul ke dosen. Dan seribu 'Eh' lainnya yang secara tidak sadar membuat kita begitu terheran;kok bisa ya? Barangkali di situlah maksud-Nya. Bahwa untuk sebuah 'akhir' biarlah itu jadi urusan Allah. Sedangkan kita, cukup menyelami proses. Menapakinya setapak demi setapak. Menyiapkan ruang-ruang kebaikan. Memberikan pintu-pintu kebermanfaatan bagi oran lain.  Belajar dan bertumbuh dengan proses itu. Jika nyatanya hari yang sudah terlewati tidak menambah
Pada akhirnya, yang berjuang dengan kejujuran akan berhasil, pun yang berjuang dengan kecurangan (juga) akan berhasil. Bedanya, yang jujur akan menempuh perjalanan dengan penuh hikmah. Membuatnya bertumbuh dalam ruang-ruang kebaikan. Pola pikirnya, tujuan hidup, dan sikapnya terhadap garis takdir akan mengarahkannya lebih dekat dengan Allah. Karena ia tahu, bahwa apa yang ia lakukan tak hanya soal pencapaian tanpa makna. Sedangkan yang curang tidak akan menambah apa-apa darinya selain kesombongan, perasaan hidup yang tidak tenang, dan ambisius dunia yang semakin membesar. Yang jujur akan pulang dengan sebaik-baiknya amal dan sebanyak-banyaknya bekal. Sedangkan yang curang akan pulang dengan segudang penyesalan;seandainya dulu aku tidak begitu. Bukankah setiap perjalanan itu dihitung? Bukankah setiap hari yang dilewati itu harusnya bernilai? Maka benar, kita boleh memilih akan berjalan pada rel yang mana. Dan berpulang dengan cara seperti apa.

Kejutan Allah

Kalau Allah bilang semuanya sudah dijamin. Lalu adakah kita perlu bersikap sekhawatir ini akan sesuatu yang belum tentu terjadi? Kerahasiaan akan masa depan seharusnya jadi sesuatu yang buat kita semakin mendekatkan diri pada Allah. Itu tandanya, kita benar-benar kecil dan nggak punya daya apapun. Boleh galau sih, boleh gelisah. Ya, namanya juga manusia. Asalkan kegalauan dan kegelisahan itu jadiin kita makin lengket sama Allah. Bukan malah sebaliknya. Kita ngeluh sampai-sampai kita bilang Allah nggak adil, Allah nggak sayang. Lho, bukankah sikap seperti itu malah jadiin hati kita makin keras, dan akhirnya kita nggak bisa ngeliat hikmah yang Allah selipin dalam ketetapan itu. Sekelas Nabi ibrahim saja juga sempat gelisah dan galau kok. Pernikahannya dengan Siti Sarah tak kunjung dianugerahi keturunan. Tapi apakah Nabi Ibrahim bilang "Allah kok nggak adil sih, gue kan Nabi? Enggak. Nabi Ibrahim tetap ikhlas dan terus doa sama Allah. Lalu datanglah berita dari malaikat "M

Penilaian manusia

Kalau kamu ingin menjadi orang baik sesuai versi manusia, jangan. Capek. Karena nggak bakal pernah ada habisnya. Si A pengen kita lebih gini, sedangkan si B pengen kita lebih gitu. Si C bilang kita udah nggak asyik, sedangkan si D lebih suka kita yang sekarang. Nah, bingung kan nurutin yang mana? Akhirnya kita bukan bermuka dua lagi, tapi bermuka banyak wkwk jangan sampai jangn sampai Standar penilaian manusia itu beda-beda. Entah 'baik' menurut mereka itu yang kayak gimana. Karena terkadang mereka menilai itu pake nafsu. Yah, sama-sama tahu aja kerja nafsu itu gimana. Sangat sangat tidak pantas untuk dijadiin rujukan. Hari ini, banyak orang yang hidup dalam kepura-puraan. Cuma hanya untuk dapatin tempat tertinggi di hati banyak manusia. Itu pasti nyiksa banget. Karena sama aja kita nggak menghargai diri kita sendiri. Menukar penghargaan diri dengan pujian fana yang dengan sekejap bisa aja berubah. Sekarang, coba berhenti dari itu semua, lalu mulai tata perilaku kita d

Hidayah

Tahun udah naik satu angka, dan iman kita? Masih mau di situ aja? Kita sering banget mengkambing hitamkan hidayah kalau sudah ngomongin soal iman Belum dapat hidayah nih Hidayah kok nggak datang-datang ke gue ya?Yakin nggak datang? Atau emang kamu yang ngusir seenaknya aja saat hidayah itu datang? Pernah nggak sih di suatu titik kamu tiba-tiba kepikiran Pengen juga kayak si A, kerudungnya panjang kelihatan lebih adem (cuma angan-angan doang) Si B kok ngajinya bagus ya, kapan gue bisa gitu (nanya kapan bisa, tapi baca quran aja cuma itungan jari) Enggak mau pacaran lagi ya allah, sakit hati mulu (seminggu habis itu pacaran lagi) Terbuktikan kamu yg ngusir hidayah itu sediri? Padahal mungkin udah ribuan kali allah datangin, tapi kamu memilih balik lagi ke masa jahiliyah kamu Seandainya kamu tahu gimana mahalnya hidayah itu, yang nggak bisa digantiin sama emas berlianmu, seharusnya saat ini kamu nangis buat minta lagi sama Allah Sekelas keluarga nabi saja ada yang tidak allah ka

Hukum Allah vs Hukum manusia

Syariat mungkin hadir bukan hanya sebagai pengatur. Tetapi juga sebagai rambu-rambu. Di mana ada hal-hal yang boleh kita lakukan, dan tidak boleh kita langgar. Rambu-rambu biasanya dijadikan rujukan atas sesuatu hal. Oh, kalau ini kamu lakukan berarti kamu salah. Kamu sudah melanggar rambu-rambu. Kamu berdosa. Dan kamu akan mendapatkan hukuman. Kita tahu bahwa hukuman di sini ialah balasan yang akan kita terima di akhirat nanti. Balasannya sesuai dengan besarnya dosa yang kita buat. Memang di dunia kita juga mengenal yang namanya hukuman. Tapi apakah hukuman manusia itu seadil Allah? Sudah jadi rahasia umum, kalau hukum itu tumpul ke atas dan runci ke bawah. Uang bisa membeli hukum manusia. Koruptor sekian milyar bisa berkeliaran ke mana saja dengan tenang. Sedangkan seseorang yang mencuri sendal jepit terpaksa harus masuk jeruji selama beberapa tahun. Bukankah itu aneh?

Pacaran?

Dulu pas masih zaman Abege, aku ngerasa aneh sama orang yang memutuskan untuk nggak punya pacar. "Lha, emang iya bisa bahagia tanpa pacar?" Punya pacar itu asik lho. Ada yang antar jemput, ngajakin makan, perhatian, dan kesenangan lainnya. Dulu aku percaya bahwa nggak semua yang pacaran itu menjerumus ke maksiat. Cuma oknum-oknum tertentu saja yang ngelakuin itu. Karena yang namanya cinta itu suci. Nggak pantas kalau disatuin sama kemaksiatan. Hingga tahun berlalu cepat. Kejadian demi kejadian menunjukkan bahwa mindshet aku tentang pacaran itu salah. Semakin banyak aku belajar agama, semakim aku tertampar keras. Pacaran sebelum nikah itu tetap haram karena pasti mearah ke maksiat. Pasti. Bukan mungkin lagi. Bohong kalau ada yang bilang "saya pacaran nggak ngapa-ngapain kok". Kalau nggak ngapa-ngapain, ngapain pacaran? Percayalah, siapapun kamu yang hari ini sedang pacaran. Bahwa status yang kamu banggakan itu hanyalah fasilitas untuk kamu dan pacar kamu melamp

Menutup Aurat

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu  Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin, “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka" Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allâh adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.  [al-Ahzab/33:59] Sudah banyak buku-buku yang membahas mengenai hijab. Dan dalam tulisan ini hanyalah satu dari sekian banyaknya buku tersebut. Hari ini, di saat kita masih ragu untuk berhijab sesuai syariat. Disaat kita masih berpikir ‘nanti saja’.   Karena kita   mungkin merasa;bahwa kita belum mampu melakukannya. Kita masih gengsi. Orang-orang menilai kita hanyalah wanita biasa. Nggak terlalu taat dalam ibadah. Jadi, tunda dulu ah. Pasti gerah pakai jilbab menutup dada gitu. Masih susah untuk aktivitas sehari-hari. Aku kan orangnya aktif. Banyak aktivitas. Dan alasan seabrek lainnya. Mungkin memakai jlba

Benarkah?

Memang kalau ditanya secara sekilas, kita sebagai manusia pasti akan memilih untuk menjalani kehidupan sesuai dengan apa yang kita mau. Kita pasti nggak mau untuk diatur-atur. Kita nggak mau dikekang. Nggak mau dibatasi ini itu.  Mungkin secara logika kita berpikir bahwa hidup penuh aturan itu ribet. Kok makan saja diatur? Berpakaian saja diatur? Berbicara saja diatur?  Tapi apakah benar seperti itu yang ada di dalam hati kita? Coba direnungi lagi. Apakah memang hidup tanpa aturan itu yang bisa buat kita bahagia? Apakah memang aturan itu ada cuma buat kita ribet? Padahal sebenarnya kita yang paling tahu, bahwa aturan itu yang menjaga kita. Yang membedakan kita dari makhluk yang lain.  Pernah mendengar kalimat bahwa manusia bisa sama mulianya dengan malaikat dan bisa juga buasnya seperti binantang. Ungkapan itu benar. Ketika manusia hidup sesuai dengan koridornya, menjalani syariat dengan benar. Maka manusis bisa memiliki derajat yang tinggi di mata penciptanya. Seda

Syariat itu apa?

Syariat berasal dari kata dasar sya-ra-‘a yang artinya memulai, mengawali, memasuki, memahami. Atau bisa berarti peraturan, undang-undang, syariat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) syariat adalah hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan al-quran dan hadist. Ibnu Manzhur berkata: “Syarat, syara’, dan musyarra’ah adalah tempat di mana air mengalir turun ke dalamnya. Syir’ah dan syari’ah dalam percakapan bangsa Arab memiliki pengertian syir’atul ma;, yaitu sumber air, tempat berkumpulnya air, yang didatangi manusia lalu mereka meminum airnya dan mengambil airnya untuk minum. Bangsa Arab tidak menamakan tempat-tempat berkumpulnya air tersebut syariat sampai air tersebut banyak, terus mengalir tiada putusnya, jelas dan bening, dan airnya diambil tanpa perlu menggunakan tali (Lisanul ‘Arab 8/174) Dalam penjelasan di atas. Syariat islam dianalogikan sebagai sumber a

Peran syariat islam

Konon katanya, kehidupan tanah Arab dahulu sangat berantakan. Disebutkan bahwa zaman itu adalah zaman jahiliyah (kebodohan). Di mana orng-orang hidup sekehendak hatinya saja. Tidak peduli apakah itu merugikan pihak lain, apakah tidak bermanfaat, dan apakah tidak memperhatikan etika sedikitpun. Masyarakat arab punya budaya yang jelek. Contohnya; judi, mabuk-mabukan,menghina orang miskin, dan membunuh anak perempuan. Mereka membudayakan hal-hal tersebut untuk kepuasan mereka sendiri. Untuk itu syariat islam turun di tanah arab.turun sebagai rahmat dan aturan yang jelas untuk memberantas budaya-budaya yang kejam tersebut.  Sesungguhnya begitulah peran syariat. Baik di tanah arab dan seluruh tanah di dunia. Coba bayangkan apa jadinya dunia tanpa syariat islam?   Mungkin akan saling bentrok satu sama lain. Si A mau seperti ini. Si B mau seperti itu. Semuanya sibuk sama kemauannya masing-masing. Hingga saling salip, saling senggol dan tidak sadar bahwa mereka saling menyakit

Tidak tahu

Kenapa kita masih saja ragu melakukannya? Karena nyatanya kita tidak tahu manfaat jika kita melakukan hal tersebut Suatu ketika dalam sebuah forum saya selalu iseng bertanya "Kalau nangis saat puasa batal nggak?" Mayoritas menjawab batal. "Iya batal." jawab saya "Kalau nangisnya sambil minum es cendol." sambung saya lagi. Begitulah kita saat ini, kita sudah menjalaninya bertahun-tahun tapi sesungguhnya kita tidak tahu apa yang sedang kita jalani

Syariat islam hari ini

Tantangan orang-orang terdahulu lebih sulit. Mereka harus sembunyi-sembunyi menjalankan syariat islam. Sedangkan hari ini, syariat islam begitu mudah dijalankan. Tidak ada orang-orang yang berpikir untuk menghinamu. Dulu hanya satu dua orang yang bisa kita lihat berjilbab lebar. Namun hari ini? Sudah banyak

Kapan memulai?

Hari ini. Ketika kamu mulai meniatkan semuanya. Ketika kamu perlahan mulai sadar betapa butuhnya kamu dengan syariat islam.nKetika jejak-jejak masa lalu sudah mulai kamu tinggalkan. Maka saat itu juga kamu bisa memulainya. Memulai apa yang masih orang-orang tunda. Padahal semua orang punya waktu yang sama

Coba ikuti maunya Allah dulu

Terletak pada kemauan kita. Mau tidak menjalaninya. Mau tidak mendengarnya. Apa kata Allah atau apa kata kita? Coba deh turutin maunya Allah dulu. Walau terkadang kita nggak suka. Nggak sesuai sama selera kita. Tapi coba aja dulu. Mana tau nyaman. Mau tau nagih. Mana tahu itu yang kita cari selama ini. Banyak kok di luar sana yang menangis setiap malam. Yang nyesal sama dirinua sendiri. Kenapa baru sekarang? Kenapa baru berubah hari ini? Kenapa baru tahu? Dan seribu kenapa lainnya. Yang mungkin nggak kita rasakan karena kita lebih dulu Allah perkenalkan. Kita lebih dulu Allah perkenalkan dengan Al-quran, sehingga keimanan kita sampai pada tahap di mana kita merasa butuh untuk selalu membacanya. Kita lebih dulu Allah pekenalkan dengan hijab, sehingga kita lebih dulu tahu bahwa menutup aurat itu kewajiban.

Kenapa harus syariat islam?

Ya, Karena kita orang islam. Kalau bukan orang islam mah boleh saja mau menjalankan syariat apa. Karena kamu sudah terlanjur Allah jebak untuk terlahir menjadi seorang muslim, maka mau tidak mau kamu harus siap menjalankan syariat islam dengan segala kekuranganmu. Kok kekurangan? Iya. Nanti pasti ada ngeluhnya, ada malasnya, ada ngelanggarnya. Tapi kalau dipikir-pikir aneh juga ya, kok kita masih ragu menjalankan ajaran agama kita sendiri? Padahal kalau kita sadar nih, ternyata syariat islam itu enggak ada yang membuat kita sengsara. Malah membuat kita terjaga.  Pengen nggak pacaran, tapi ada aja yang nembak. Kalau ditolak entar dikira belagu. Pengen tilawah tapi benar-benar nggak ada waktu. Pekerjaan numpuk terus. Pengen sih berubah tapi kok kayak ada yang mengahalangi. Ya, itula akarnya, entah kenapa kita sulit sekali mendapatkan peluang untuk berubah. Niat udah ada nih.  Kok bisa gitu ya? Ternyata jawabannya karena dosa-dosa yang kita anggap biasa melakukannya

Cari teman shalih

Menjalani syariat islam sendirian itu memang tidak mudah, tapi bisa kok. Apalagi kalau ngejalaninnya bareng-bareng. Bareng sama teman kamu, sahabat kamu, keluarga kamu. Hari ini apakah kamu merasa asing dengan pilihanmu? Dengan pilihan yang sudah susah payah kamu ambil. Dengan segala pertimbangan. Dengan segala pergolakan batin. “Aku masih ingin menjalani kehidupan seperti kebanyakan orang”. Lalu kalimat itu kali ini berubah “Aku akan menjalani syariat islam dalam kehidupanku tanpa peduli apa kata orang”. Ya, kalimat dengan penuh keyakinan itu. Sebenarnya kamu tidak sendiri. Di luar sana, banyak yang sedang berjuang seperti dirimu. Berjuang melawan hawa nafsu dan berusaha meletakkan segala perintah Allah di atas segalanya. Menjalani keseharian sebagaimana yang Allah inginkan. Oleh karena itu ketika kita memutuskan untuk hijrah dan memutuskan menjalani kehidupan sesuai syariat islam maka saat itu kita sebenarnya butuh lingkungan yang bisa menerima kita. Kita butuh orang-

Manusia bebas memilih

Apa yang sedang kita jalani ialah bagian dari pilihan kita. Seperti yang kita tahu bahwa manusia Allah anugerahkan akal dan pikiran untuk bebas menjadi penentu kehidupannya. Allah memberikan keistimewaan kepada manusia untuk dapat memilih antara yang haq (benar) dan bathil (salah) sebagai jalan menuju ketaatan.   “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya” (Q.S Asy-syam ayat 8) Jelas sekali dalam ayat tersebut Allah jelaskan secara gamblang betapa manusia memiliki andil yang cukup besar dalam menentukan jalan hidupnya. Jadi ketika ada yang bilang “belum dapat hidayah” itu berarti ia memilih untuk tidak menerima hidayah dulu. Ia memilih untuk tetap stagnant dengan masa jahiliyahnya. “Ya, setiap muslimah pasti pengen berhijab suatu saat nanti” Nah dari kalimat itu saja tergambar bahwa mereka sendiri yang mau menunda kebaikan itu. Mereka sendiri yang memilih untuk ‘tidak dulu’ mengaplikasikan syariat islam. Karena bagi mereka masih