Postingan

Menampilkan postingan dari 2016
Mungkin memang begitu adanya. Hidup tak melulu soal cinta. Galau karena mantan sudah punya kekasih baru. Atau sibuk menghabiskan waktu bersama pacar-jodoh orang lain mungkin-mana tahu. Atau sibuk merawat rindu untuk orang yang sedang disukai. mungkin memang begitu adanya. hidup tak melulu soal tahta. Mati-matian belajar demi raih universitas ternama. Berkutat habis-habisan demi gelar paling baik masa itu. Lanjut s2,s3 ke luar negeri. Mungkin memang begitu adanya. Hidup tak melulu soal harta. Bangga dengan pekerjaan gaji tinggi. Punya mobil punya rumah mewah. Hidup tak melulu soal dunia. tahu-tahu mati lalu semua itu buat apa?

Cinta?

Sore itu, aku tak sengaja menulis namamu di sebuah sudut kota kecil. Ada sebatang pohon besar disana. Ia menggantung antara tanah dan bangunan tua itu. Mengambang. Akarnya melekat ke dinding. Akar itu cukup besar, sedikit menghalangi dinding-dinding yang sudah lusuh. Tak ada tampak warna apapun disana. Semua pucat pasi. Walaupun orang-orang banyak berlalu lalang, namun tiada satupun yang peduli dengan keberadaan si pohon. Mereka seperti tak melihat apapun disana. Pernah suatu ketika aku melihat seorang anak  kecil bermain bola di dekat pohon itu. Ia bermain sendirian. Terkadang ia tertawa, lalu tiba-tiba menangis. Lantas, pergi meninggalkan bola itu yang tergeletak begitu saja. Seperti anak kecil tadi, pohon itu nampak kesepian sendiri disana. Daun-daun nya yang tak begitu lebat. Dengan warna sudah mulai kecoklatan. Tapi batangnya kenapa sebesar itu?. Amat besar. Aku sengaja membawa sebilah pisau silet ditanganku. Lalu mendekati pohon itu. Ku perhatikan tiap gerutan batangnya. Pohon

Iman

Aku terlalu sering menengok ke kanan kiri. Memperhatikan satu demi satu orang dalam perjalanan. Menyimak satu demi satu perkataan mereka. Banyak. Banyak sekali ragamnya. Kupikir, memang sudah saatnya aku memberi jeda sejenak oleh riuhnya dunia ini . Jeda dari urusan-urusan yang rasanya tak pernah selesai. Aku harap ramadhan kali ini membersihkanku. Jika bulan syaban adalah bulannya diangkat seluruh amalan pada bulan-bulan sebelumnya, maka ramadhan adalah bulannya lembaran baru. Lembaran untuk mengisi kembali bagian ruhiyahku yang kosong. Aku tahu, bahwa imanku selalu saja mudah berganti. Bahkan dalam sepersekian detik; ia berubah. Maka tak ada ketakutan yang paling kutakutkan selain tak mampunya aku mengisi daya iman ini kembali. Saking sibuknya aku mengurusi dunia, aku lupa bahwa iman ini juga butuh dicharger. Butuh diperhatikan. Butuh disiram dan dipupuk agar ia tumbuh mekar . Yang paling kukagumi tentang iman. Adalah ia tumbuh dan mengakar hanya pada hati orang-orang muslim. Tak

Lagi-lagi luka

Aku menikmati luka-luka berkepanjangan yang ia tanamkan. Luka itu sudah ku piyuh hingga mengering tanpa terik bola kuning yang menggantung di cakrawala. Ku biarkan ia tergeletak pasrah. Awalnya ku fikir ini hanya luka biasa. Luka-luka kecil yang sering bertaburan pada anak yang belum tau apa-apa. Tapi makin hari ke hari luka itu makin mengeruyak basah berlendir. Hingga tiada yang mau menyentuhnya. Bahkan aku sendiri.

Pulanglah

Ada rindu yang sedang ku tabahkan. Setiap kali, setiap hari. Merangkak menuju malam. Sia-sia. memperkarakan rasa. Lupa. Aku lupa. Perihal sisa-sisa kepergianmu. Masih berserakan di depan kamar ku. Perihal dongeng masalalu kita. Masih menjadi tanda tanya. Menggantung di langit-langit lorong rumah (kita).

Kau

Kau adalah sepi yang ku nanti diantara rentetan panjang pagiku. Melebur dalam fikiranku yang sesak oleh senyum mu. Kau adalah ramai yang selalu datang pada pertengahan mimpiku. Membungkamkan hati yang sebentar lagi ingin ku tinggali. Padamu, ku toreh rasa yang mungkin masih tersisa. Ku gali nyata yang sempat pudar karena khayal. Ku biarkan saja wajahmu menari-nari di otakku.  Mengelilingi setiap jengakal sel yang ada di dalamnya. Terserah mau ku apakan kegaduhan itu. Yang jelas aku takkan melenyapkannya. Padamu, ku titip sebab yang membuatku menyukaimu. Memberitahu mu bahwa rasa ini bukan sekedar ada untuk dibiarkan saja. Aku harus memeluk lutut setiap kali merinduimu. Kau tahu sesulit apa menahan rindu bukan?

Minta maaf

Aku minta maaf atas jalan panjang yang ku buat lalu tiba-tiba ku tinggali. Beberapa kilometer yang sudah ada itu, bukan berarti aku tak peduli. Seringkali jejak-jejak kaki ku disana menyorot pikiranku. Apakah kau akan baik-baik saja tanpa jejak kaki itu? Atau kau akan berfikir untuk keluar dari jalan itu. Aku sudah menunjukimu selama perjalanan. Apa saja yang mesti kau lakukan agar akhirnya kau bisa menemuiku diujung jalan. Sebab, aku tahu tak mudah. Aku minta maaf tak menyelesaikan bacaan dongengku kala itu. Awalnya kita tak pernah berfikir untuk mendongeng terlalu dalam. Namun, keadaan menjeratku melakukannya. Bukan aku tapi kita. Kau sadar bukan pada pertengahan jalan aku tersentak? Aku menyadari bahwa jalan itu sudah mulai lari dari semestinya. Kau sendiri yang memperingatkanku. Setelah hari itu, selangkah demi selangkah aku mulai memberi jarak padamu. Memberi pengertian, untuk berhenti berjalan beriringan. Kau boleh duluan. Atau aku yang duluan. Itu lebih benar. Jika sudah

Benci

Kau boleh membenci ku sesuka. Benci dengan raut wajahku saat melihatmu. Aku sering mencuri-curi matamu untuk ku lukis pada selembar kertas kecil. Tanpa kau sadari, beberapa kali aku sudah melukisnya. Kau menyipit, kau terkejut, dan bentuk matamu yang paling ku suka ialah saat kau juga melihatku. Benci dengan senyumku saat merinduimu. Saat tengah malam, kau sering terjaga bukan? Karena hp mu selalu berdering karena ku hubungi. Entah rindu ini seperti apa. Aku benar-benar dipaksa untuk mengingat mu. Benci akan tawaku yang terlalu sering kau dengar. Aku selalu menyiapkan satu waktu setiap hari untuk kau menyimak tawaku. Benci saat marahku yang tiba-tiba meledak. Yang terkadang membuatmu jengkel. Tapi tetap saja kau merayuku. Dan, Benci saat aku bilang bahwa aku menyukaimu.

Sama saja

Bagiku sama saja. Mencintaimu atau tidak mencintaimu. Sebab, kita tidak bisa selalu beriringan. Kita tidak bisa ada satu sama lain. Kita tidak bisa menjadi dua orang dalam satu jiwa. Ada batas- batas yang harus kita jaga. Ada garis-garis yang tak boleh kita lewati. Jika kau ataupun aku memaksa saat ini juga. Aku kalah. Kau kalah. Kita sama-sama kalah atas indahnya jatuh cinta yang salah. Salah waktu. Atau bisa jadi salah orang. Apa ada yang menjamin kau akan mencintaiku hingga halal? Atau sebaliknya. Cinta manusia itu seperti perangai anak remaja. Mudah berubah.

Luka

Ada luka yang ingin kau semayamkan padaku. Gigil mendingin tanganku saat tahu bahwa ada hati lain sedang kau tuju. Dipersimpangan senja itu, kau pernah berteriak padaku. Berteriak atas perasaanmu. Ingatkah? Lalu, riuh angin tiba-tiba saja mengendapkan suaramu. Hingga aku tak mendengar semuanya dengan jelas. Yang kulihat hanya gerak-gerik bibirmu yang lebar. Berulang-ulang kau menyuruhku untuk tetap berdiri disini. Padahal hujan sudah mengguyurku terlalu deras. Aku sudah kuyup. Lagi-lagi aku menggigil. Segeralah berlari ke arahku. Atau aku harus menunggu hujan reda? Ternyata sebelum hujan itu reda, tubuhku sudah membeku kaku sekaligus perasaanku

Akhir

Aku tahu, ada rasa sakit yang sekarang sedang kau otak-atik untuk kau beri perban. Luka sayatan yang seringkali ku beri untukmu. Yang selalu kau terima tanpa keluh. Kau tahu, perasaan kita sama bukan?. Sayangnya, kunang-kunang itu tak pernah muncul. Kunang-kunang yang menjadi tanda keelokkan hubungan ini. Sampai pada titik bahwa tak ada yang mesti dilanjutkan. Kita berakhir. Pergilah. Pergilah dan jangan beritahu aku kapan kau kembali. Berbaliklah. Berbaliklah saat kau sudah yakin bahwa aku takkan pernah lagi menjadi seorang pemberi luka. Berbaliklah saat kau sudah sadar bahwa cinta dalam doa bukanlah hanya sekedar saling berbicara bahkan pertemuan. Cinta dalam do'a ku adalah diamku untukmu. Setelah semuanya, semoga kau jauh lebih bijaksana. Bahwa ketaatan itu segalanya.

Pupus

Tak ada lagi jalan yang bisa ku buka untukmu. Rapat sudah ku tutup semua. Ku beri perekat paling elok di negeri ini. Bukankah ini ingin kita berdua? Kau tahu, aku sudah menyelam tanpa peduli bahwa aku tak bisa berenang. Aku sudah memasak dengan kompor yang beberapa detik lagi akan meledak. Aku terbang, tanpa sadar bahwa aku tak punya sayap. Aku melakukannya. Agar kelak kau akan berfikir lagi untuk kembali. Berfikir lagi membeli tiner untuk menghilangkan perekat yang susah payah ku beri.

Bohong

Aku bohong. Aku bohong atas keadaan ini. Aku bohong bahwa aku baik-baik saja. Sekarang, kita berada dalam satu atap. Meski ramai, tapi aku tahu bahwa sekarang matamu sedang mencuri-curi posisi ku. Aku tahu ,bahwa kau tahu saat ini aku sedang memperhatikanmu. Saat pertama ujung rambutmu ku tengok. Sungguh, aku gemetar. Bahkan sampai aku membuat tulisan ini. Aku masih gemetar. Kau bohong. Kau bohong bahwa kau sudah melupakanku.

Datang

Kau nyaris seperti seekor kuda. Yang ketuk langkah kakinya, entah kenapa terdengar samar di telingaku. Aku ragu apakah benar kau akan menetap atau hanya singgah? Dari kejahuan, negeri seberang membawa berita bahwa kau sudah dekat. Aku terperanjat. Adakah hati yang siap mengoyak (kembali) luka lama?

persimpangan

Kau pengusik senja yang selalu ku buai Menyayat rintik hujan yang sering mengaduk rinduku Sayangnya, tak ku dengar lagi riak air Yang kemaren sore kau suguhkan Mataku terlalu redup melirikmu Bumi ini sudah tua untuk tahu syahdunya rasa yang selama ini kita sulam Dua daun telinga gajah beriringan mengikuti asa ku Mengulik lewat jalan raya yang beberapa kilometer telah kita tempuh

Ada apa

Ku fikir paham mu lebih dalam atas ketidakseimbangan ini. Kau sibuk menata hati, begitu juga aku. Kita saling sibuk. Hingga tak sadar bahwa kita tak lagi bertegur sapa. Tak lagi mengingat. Siapa dan bagaimana yang lebih dahulu jatuh cinta. Perkiraan ku kau sekarang sedang bermenung ditempat biasa kita bertemu. Tempat dimana kita saling beriringan. Mengingat hal-hal ganjil yang sudah mulai terasa. Inilah yang kita inginkan (katamu). Saling ketidaktahuan. Membuang muka sekaligus (hati) mu. Kau mengeja namaku terbata-bata. Memperlihatkan bahwa lidahmu tak lagi sejalan dengan inginku. Jalan telah bersimpang. Hingga kau berpijak di bumi yang lain

Pergi

Seringkali sunyi ini ku gayutkan pada sebatang pohon kelapa. Lalu ia mendayu-dayu Membising Mengetuk-ngetuk nadi ku Resah ku Mendempa kening Mengerut Keras membeku Kumis tipis menarik perhatian ku Menjelma bak malaikat surga Menyentrum sudut jantung ku Tiba-tiba ia pergi

Rindu?

Aku sempat menitipkan rindu pada sebongkah pasir. Pasir yang ku temui senja itu. Bukan aku tak mau membawa rindu pulang. Namun, ada sedikit kengerian terlintas dipikiranku. Jangan-jangan rindu hanya menyiksa seluruh aliran darah ku. "Dia sudah tidak ada lagi". Jawab pasir mengagetkan ku. Ia memejam,menunduk, sedikit menggeleng. Lalu mengambil posisi untuk berbalik arah dari ku. "Kemana dia?" Tanyaku sekali lagi. "Dia pergi selamanya" bisiknya ke daun telinga ku. Hawa panas nafasnya terasa sekali. Merinding. "Bukankah rindu diciptakan memang menjadi bagian dari manusia?" aku mengernyitkan dahi. Mengulang-ngulang pertanyaan ku di dalam hati. Oh apakah salah. Tak ada suara. Tak ada jawaban. "Dasar manusia bingas. Ku beritahu sesuatu. Rindu memang ada untuk manusia, termasuk kau. Tapi, apakah kau tahu bahwa manusia seringkali tak sadar memperlakukan rindu seperti apa?
An-nahl 77 "Dan milik Allah (segala) yang tersembunyi di langit dan di bumi. Urusan kejadian kiamat itu, hanya seperti sekejap mata atau lebih cepat lagi. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu" Al-isra 36-37, 41, 94-95 maryam ayat 39 Taha 15 Al-anbiya 1 An- naml ayat 87

Pura-pura

Aku benci kepura-puraan yang selalu menjadi bala dalam kehidupan makhluk yang bernama manusia. Kepura-puraan nyaris ikut andil pada setiap sudut titik hidup. Celakanya, aku sering berpura-pura. Terkadang beberapa keadaan memaksaku melakukannya.

Jatuh cinta

Aku tiada paham bagaimana yang disebut jatuh cinta? Apakah jatuh cinta itu terselip rindu? Apakah jatuh cinta harus ada pengorbanan? Apakah jatuh cinta  berupa kesakitan memendam? Apakah jatuh cinta menghabiskan waktu untuk menunggu? Apakah jatuh cinta adalah sebuah pertemuan? Siapapun beritahu aku, jatuh cinta itu bagaimana?

Hujan

Sesekali aku sempat memperhatikan hujan dari dekat, tapi tak jarang juga memperhatikanya dari jauh. Aku merasa, bahwa setiap titik yang jatuh itu adalah bagian dari rinduku. Yang telah ku sematkan pada atom-atom penyusun rintik hujan. Rindu yang ku pendam selama berhari-hari, berjam-jam seharian ketika bumi selalu terik. Dan saat waktunya tiba, aku ikut menghempaskan rindu terpendamku bersama rintik hujan. Bersama kelabunya langit. Dan bersama berisiknya gemercik air di jalanan. Apa ada rindu yg lebih dalam dari ini? Aku tak kuat melihat gerut wajah nya tuhan. Aku benar-benar tak kuat. Jika aku bisa, aku ingin memeluk malaikat itu. Malaikat yang bertahun-tahun menjaga ku dengan tulang nya yang mungkin sudah mulai ringkih. Ah, mungkin kalian akan kejam mengejekku saat ini. Dasar cengeng! Mulai saat ini ku beritahu. Jika kalian menemukan hujan. Dimana pun. Itu artinya, aku sedang merindu. Merindui mereka.

Senja

Gambar
Hari itu tak ada angin. Tak ada keramaian. Tak ada manusia-manusia berserakan sibuk berlalu lalang. Tak ada bising kendaraan bermotor. Hari itu tanpa desir ombak. Tanpa suara langkah kecil anak-anak di sisian pantai. Tanpa bunyi nyiur kelapa. Ku lihat awan tiada bergerak. Tak berarak sebagaimana siklusnya. Matahari seperti menyimpan rahasia (juga). Hari itu diam. Hening. Sepi. Tetapi hari itu ada senja. Hanya senja. Lalu, ia berbisik lirih padaku. Sudah berapa kali kau melewatkan senja?

-_-

Pokoknya kemaren itu gokil -,- awal pergi aja udh trjadi tragedi. Gue nyaris ketinggalan kereta sampai lari-lari kayak film 5 cm (ini serius). Selanjutnya, kita udh seneng nih lg nnton bioskop (rudy habibie). Biasanya kan film indonesia sejam duajaman lah tayangnya. Nah pas udh jam 3 kita bertiga keringet dingin. Apalagi si alma. Gmna nggak, kan kita mau bayar ukt alma ke bank. Hari terakhir buat bayar,kalau gak yaa gak kuliah. Kita panik nih. Bau-baunya nih film masih lama. Mana pintu exit gak dibuka sblum film slesai. Film slesai jam stengah 4. Kita lari-lari lgi cari bank di pasar raya. Pas udh ketemu ternyata udh tutup! Dan kita panik (lagi). Sampai satpamnya keluar dan kita mohon2 buat bsa masuk ke dlm. Si alma hampir nangis (ini lebih serius). Akhirnya lega udh bayar ukt. Kita muter2 pasar deh smpai gak kenal wktu udh jam 6 aja. Pdhal dri pagi kita belum ngeliat nasi sedikitpun! kita putuskan buat makan dulu sblm plg. Udh slesai makan jam 7 kita cari mobil buat plg. eh gakda sa

Patah hati

Perihal patah hati yang sering muncul pada manusia penghuni bumi,seringkali tak terkendali. Mereka sibuk mengacak-acak pembenaran agar mereka terlihat paling menyedihkan. Padahal tikaman itu tak serta merta membuat mereka mati, denyut nadi mereka tak langsung berhenti. Tubuhku ringkuh memikirkan ini. Manusia-manusia itu merepotkan. Mereka acap kali berlagu seolah-olah hidupnya hanya untuk cinta. Lalu membandingkan kisah cintanya dengan orang lain. Bukankah mereka itu menggelikan?

Salah

Sudah ku duga. Semua ini akan berakhir menyakitkan bagi kita berdua. Aku tahu persis sekarang kau sedang terluka,begitu juga aku. Kita salah mengambil waktu untuk meniti hubungan ini. Kita sama-sama paham. Bahwa ini semua tidak benar. Tapi, kita masih saja meneruskan jatuh Cinta ini. Kita msih saja merajut benang kusut. kita masih saja membiarkan jalur yang salah ini tetap ada. Dulu,sebelum aku menemukan mu. Aku mencari-cari sosok sepertimu,persis sepertimu. Sekarang saat sudah bersama,lama-kelamaan aku sadar bahwa pencarian itu tak semestinya ku lakukan sedini ini. Aku salah mengenalkanmu cinta. Saat kau telah kenal,aku malah dengan tega menyuruh kau meninggalkan Cinta itu dengan sadis. Tanpa berfikir panjang, kau melakukannya. Padahal aku belum bertanya apakah kau mau atau tidak?

Jogja

Hi jogja! Maaf kita masih belum bisa bertemu. Sekali lagi, aku mengingkari janjiku untuk menemuimu bulan ini. Ternyata tuhan punya kehendak lain dari sekelumit harapan yang sudah sejak lama kita bangun. Tangan tuhan belum menakdirkan kita bertatap muka saat ini. Dia menginginkan ku berjalan sedikit lebih panjang dari yang lain. Menginginkan ku menemui yang lain dulu,baru dirimu. Entah diizinkan atau tidak, yang jelas saat ini aku masih berjalan menelusuri jalan setapak, trotoar, hingga hutan yang sunyi tanpa penghuni. Perjalanan itu tak serta merta ku hentikan begitu saja. Jangan cemas,lambat laun aku pasti akan sampai ke sana. Aku selalu menyebut namamu disela-sela doa panjang ku. Di sela duhaku, disela tahajudku. Tetapi bukankah kita yang berencana tuhan yang memutuskan? Lalu, aku membayangkan suatu hari nanti kita dipertemukan secara tak sengaja. Hingga tubuh ini gemetar tak tertahan, detak jantungku berima tak karuan. Bibirku pucat pasi dan kau yang menopang kegugupan liar i

Allah

Ya allah ampuni hamba yang membiarkan perasaan seperti ini hadir. Ada sedikit kecemburuan hati saat hamba membaca percakapan grup itu. Hanya sedikit. Tak bolehkah? Hamba bukan menyesali takdirmu,sungguh. Toh,semua ini juga belum selesai adanya. Hamba hanya merasa... ah,sudahlah. Mereka punya jalan masing-masing. Dan hamba tentu punya jalan tersendiri juga. Ya Rabb, yang maha pembuat skenario terbaik. Berikan hamba keikhlasan yang tak pernah terkikis oleh kecemburuan seperti apapun. Karena keyakinan hamba atas takdir baikmu tak boleh luntur oleh sedikit cobaan ini. Semua ada waktunya. Mohon bersabarlah,mona. Kau hanya perlu bersabar.

Puisi singkat

Aku belajar dari ketidaksesuaian. Bahwa aku kamu tak selalu jadi air yang menyerupai wadahnya. Jangan membenarkan prasangka. Sebab kenyataan bisa saja berbalik 180 derjat. Entah apa pasalnya,aku begitu menikmati tiap ketukan patah hati saat aku jatuh cinta Tiba-tiba aja hujan Tiba-tiba aja rindu Tiba-tiba aja nangis

H-1

Lama sudah kerinduan ini ku tutupi. Lama sudah kerinduan ini ku kendalikan agar tak ada orang yang tahu bahwa kemarin,sekarang,dan esok aku slalu merindui. Lumuran dosa yang ku miliki tak cukup menjadi alasan betapa aku merindui pertemuan dengannya. Ia terselip dari 12 bunga itu. Dia benar-benar berbeda. Takkan pernah kau jumpai setiap waktu. Ia ada dan hanya untuk orang-orang yang merinduinya.

Pagi

Pagi ini, sekitar pukul 9. Ketika sinar uv masih mengeluarkan sinar baiknya. Aku, kembali mendengar ucapan mama. Ah,bukan sekedar ucapan. Tapi bisa dikatakan curahan hati. Diumurnya yang tak muda lagi. Hingga sekarang,mama masih menanggung beban yang besar,tepatnya lebih besar dari apa yang ku katakan hari ini. Sorot mata mama terlihat semakin lelah, membuat hatiku sedikit pilu menatapnya. Sesekali pelupuk mataku hampir tumpah. Cepat-cepat ku hapus biar take terlihat

25mei 2016

Hari ini aku masih berjuang. Perjuangan yang ntah kemana muaranya. Dititik inilah iman ku yang selama ini aku yakini diuji. Apakah keyakinan ku kepada kuasa-Nya akan tetep terjaga. Atau bisa saja mulai goyah. Bukankah jika allah menyayangi suatu hamba. Maka cobaannya jauh lebih berat? Bukankah seperti itu?. Ini hanya sebagian proses kecil dari kesuksesan ku. (Itulah yang seharusnya aku yakini). Ah,mona betapa lemahnya kau jika asa mu hanya sebatas ini. Gantungkan sebesar-besarnya asa mu kepada Yang Maha Besar. Terjal ini akan menjadi jejakmu nanti. Betapa segala hal itu memang tak mudah. Ini dunia. Segala hal bisa saja terjadi. Karena pemilik dunia mutlak memiliki hak mengaturnya.

Why?

Apakah di masa mudaku harus menjadi pecundang dulu agar masa dewasa menjadi orang sukses dengan penghasilan "waw". Kenapa para motivator yang ku jumpai selalu memiliki cerita yang sama. Dan akhir yang sama. Kesuksesan yang di latarbelakangi kelalaian semasa muda. Lalu tiba-tiba dapat ilham dan seketika itu mereka sadar. Dan akhirnya bussshhh! Mereka sukses. I don't understand about it. Why is like this?

29mei 2016

Aku penangis. Aku penakut. Aku pengecut. Aku tak pernah bisa siap jika kenyataan buruk selalu menjadi takdir ku. Tapi, ia tak pernah berhenti membuntutiku. Oh lepaslah! Macam mana aku harus bersikap. Ke depannya aku tak tau seperti apa. Namun,asa ku tak serasa lenyap. Sampai detik ini aku pasrah Ya-Rabb. Aku mohon permudahlah semua inii. Impiku tetap kuat ke sana. Izinkan aku menuntut ilmu di tempat itu,Tuhan. Berikan aku kesempatan tahun ini. Aamiin

Musuh atau malaikat

Sekuat tenaga isakan ini ku kendalikan,agar tak terdengar oleh siapapun di luar sana. Rasa-rasanya malam ini adalah malam terpajang sekaligus malam terberat bagiku. Hawa dingin malam ini terasa  amat mencengkam dari biasanya. Pelupuk mata ku tak mau berhenti menumpahkan cairan ini. Maka malam ini ku putuskan menangis sejadi-jadinya "Sebentar lagi, ibu juga yang akan mengerjakan semuanya" ucap ibu malam itu saat aku sedang menyapu lantai rumah yang tidak terlalu kotor. Biasanya semua pekerjaan rumah  memang ku lakukan di malam hari. Atau tidak ku selesaikan pagi-pagi sekali menjelang subuh. Tentu saja seperti itu. Dari pagi hingga sore aku berkutat di sekolah. Apalagi ini tahun ketiga ku di bangku SMA. Terhitung 14 hari sebelum keberangkatanku. Kata-kata itu seolah menjadi tanda tanya besar. Apakah ibu berat hati melepasku kini? Ah, tak mungkin ia ingin selamanya aku tinggal dirumah ini-menjadi tukang pembersih rumah-astagfirullah pikiranku terlalu naif. Baiklah biar aku m

Mata itu

Ada cahaya ganjal yang menyergap mata ku. Terkadang ia saling silau-menyilaukan. Atau seketika redup begitu saja. Cahaya itu menelisik ke setiap sudut mata. Mencari ruang untuk tempat singgah. Bahkan, untuk tinggal beberapa saat. Tak jarang mataku sering mengerjap, merespon keberadaannya. Merasakan ada sesuatu,tentu saja mata ku tak tinggal diam. Pernah suatu ketika, saat cahaya itu tiba-tiba menguasai mataku. Ia membungkus penuh hampir seluruh bagian mata. Hingga mata ku, bergeming tak berdaya. Beberapa saat setelah itu,mata ku berat seperti di tekan oleh puluhan ton batu bata. Tak pelak lagi,tekanan ini akan segera meledak. Bum! Dentumannya nyaring mengenai telingaku. Tiba-tiba saja kumpulan cairan pecah melebur,jatuh mengalir keluar mata ku. Pelupuk mata ku yang sedari tadi sudah dibanjiri oleh cairan itu, sesaat bisa bernafas lega. Cairan itu kini seperti sungai melewati gundukan pipi ku. Saat itu juga, cahaya tadi lenyap menghilang kembali ke cakrawala. Tanpa meninggalkan secui

Nyaris?

Semua persis sama seperti biasanya. Sudah berapa ribu detik yang ku habiskan? Tetap saja aku masih menjadi seorang pecundang. Akan ku jelaskan pada kalian. Bahwa sampai saat ini semua belum juga berbeda. Aku nyaris berada diatas. Nyaris. Jika diibaratkan dalam antrean panjang masuk surga.Orang-orang telah masuk ke dalam dan kau hanya berada di ambang pintu,seorang diri. Posisi mu tak benar-benar berada di dalam. Di luar?  Juga tidak. Kau bisa melihat tiap bagian kebahagiaan di dalam surga. Tapi sayang kau tidak bisa merasakan kebahagiaan itu. Kau hanya bisa gigit jari. Atau duduk memeluk lutut di sudut ambang pintu. Menyedihkan bukan?

Tahukah?

Disepertiga malam kerongkongan ku tiba-tiba terasa kering. Dengan mata yang amat berat aku terpaksa  bangkit dari tempat tidur untuk sedikit meneguk air agar tidur ku terasa lebih nyaman. Dengan rasa malas aku bergerak ke dapur mengambil minum.  Saat tangan ku berhasil membuka pintu kamar,ku lihat sesosok perempuan sedang tertidur pulas di ruang keluarga. Masih memakai daster berwarna coklat kemerahan. Dengan motif bunga lili bercampur garis ziq-zaq. Baju itu terasa kian menyatu dengan tubuhnya. Nampaknya ia begitu lelah hingga tertidur disana. Pun aku tak tega jika harus membangunkannya dan menyuruh ia tidur di kamar. Lalu ku putuskan saja mengambil selimut. Ku pilihkan selimut yang paling bagus yang kami punya.Setelah itu ku biarkan selimut itu menghangati tubuhnya yang terlihat lebih kurus. Tanpa sengaja ku perhatikan guratan wajahnya yang mulai jelas. kulitnya yang tak sekencang dulu lagi. Dan rambutnya satu persatu sudah mulai kelihatan memutih. Ya tuhan, tak terbayang oleh ku sud

..

Mataku tiba-tiba tak mau terpejam. Sesekali aku mondar-mandir di depan kamar. Lalu,kembali masuk. Padahal tak ada yang sedang ku pikirkan. Tetapi kenapa aku begitu resah. Aku kembali bangkit dari tempat tidur. Mungkin jika aku mematikan lampu mata ku akan sedikit bersahabat. Klik! Semua sudah gelap. Sekarang aku mencoba mencari posisi ternyaman di tempat tidur.

Di sabtu malam

Seusai sholat magrib,segera ku ambil sepatu sekolahku di ujung teras mesjid. Syukur tidak basah. Atap mesjid ternyata berbaik hati menutupi sepatuku. Hujan diluar begitu deras. Seperti tak mau untuk berhenti. Ku putuskan mengambil posisi duduk di dekat dinding. Cacing diperutku sudah mulai berteriak  meminta umpan. beruntung,di tempat les tadi aku masih menyisakan beberapa gorengan yang ku beli. Setidaknya,ini bisa menutup mulut sicacing untuk sementara. Sambil menikmati gorengan,ku perhatikan disekeliling mesjid. Anak-anak mengaji berlari-berlarian. Ingatanku seakan dibawa kembali saat aku masih sesusia mereka. Melihat tawanya yang kian lepas. Aku iri. Seandainya sekarang aku masih bisa seperti mereka Mungkin,bahagia sekali.

Keledai tua

Jatuh,terhempas,tertelungkup Belati sudah sampai ke dadaku Menohok tajam ke hulu hati Mengoyak,mencabik Hingga pecah pembuluh darahku Ini negeriku? Serakan carut marut mereke pungut ke ujung jurang Satu persatu mereka kumpulkan Bentuk apalagi yang kau dustai? Terlanjur sudah menelusup ke jaringan ujung tombak dunia Lalu, setiap detik perjalanan merangkak menuju kenistaan

#lia 3

Nyatanya,bagiku semua berbalik 180 derajat. Tak ada secuil pun kebahagiaan yang hinggap dikala hujan. Bagiku hujan adalah tangisan para peri langit yang sedang dihukum tuhan. Atau setiap kali tuhan murka maka peri langit akan bersedih. Menghempaskan duka lara nya ke bumi. Tak kenal waktu, terkadang sehari,seminggu atau bahkan berbulan-bulan. Siapa yang peduli. Rasa-rasanya, saat satu persatu titik hujan turun menghantam tanah. Saat itu hatiku juga ikut pula dihantam nya tanpa ampun. Sakit. Rintik-rintik nya yang terdengar indah bagi kalian. Terasa amat memekakkan untuk telingaku. Sekujur tubuh ku dipenuhi memar. Seperti sehabis dipukuli khalayak ramai.  Nyatanya ini semua karna kau,hujan! Darah ku terasa tak lagi mengalir. Tulangku ngilu. Tubuhku makin lama makin beku.  Dingin? Tidak. Bukan dingin nya hujan yang membuat ku begini. Tapi keadaan saat gumpalan-gumpalan air itu menyentuh bumi. Itu mengerikan. Seluruh bumi basah. Seluruh bumi berair. Hingga esok datang,aku masih seperti

#lia 2

Kilau cahaya matahari perlahan-lahan menembus kelopak mataku memaksanya terbuka. Masih setengah sadar,ku perhatikan setiap sudut tempat keberadaanku. Sepertinya tak asing. Aku masih ditempat yang sama. Samar-samar ku lihat sosok lelaki tua,memakai baju lusuh,dengan tangan kiri memegang sebuah sapu lidi. Ia nampak keheranan menatap ke arah ku. Tiba-tiba saja ia berlari,mendekat. Lalu seluruh badanku serasa berada diawang-awang. Yang terdengar hanya suara kaki berlari-lari kecil. Setelah itu semua gelap. Aku tak sadarkan diri. **** Diluar hujan masih deras. Beruntung,aku sudah naik metromini sebelum hujan  mengguyur ke bumi. Meski jarum jam masih menunjukkan pukul dua,namun langit terlihat amat gelap. Seperti sudah merangkak lamat-lamat menuju malam.Diatas metromini aku sibuk menepuk-nepuk baju sekolahku yang terasa lembab. Dingin,sesak. Orang-orang yang naik metromini lebih ramai dari biasanya. Apalagi ini adalah jam-jam karyawan pulang kantor. Tak ada tempat duduk yang tersisa. Bau-b

Lia

          Entah sudah minggu ke berapa, aku masih saja terjebak di dalam gubuk kumuh yang menjijikkan. Andai saja aku terlahir diempat musim,mungkin nasib ku takkan seburuk ini. Aku benci,semenjak butir bening itu mulai berjatuhan ke bumi. Aku dipaksa secepat kilat mencari tempat,menghindar. Tak peduli sehancur apa tempat itu. Lalu,kenapa manusia-manusia aneh itu malah seringkali menunggu saat seperti ini? Saat hujan mulai menyerbu membasahi tanah.      Si-Ldr yang tiba-tiba merindui pujaannya. Amat rindu. Kata mereka, diakala hujan kita akan merindukan seseorang 1000kali lebih kuat dari biasanya. Atau sepasang kekasih yang memadu kasih menunggui hujan reda. Mereka duduk bersitatap lalu saling memberi kehangatan. Sesaat kemudian mereka memandang setiap tetes hujan yang turun,lalu mencoba menghitungnya. Bertanya-tanya sudahkah sebanyak ini perasaanku pada seseorang yamg sedari tadi duduk disampingku? Lalu,mereka kembali bersitatap dan salah satu dari mereka berucap "aku mencintaim

Gadis itu

Aku ini gadis penakut. Gadis yang lebih memilih bersembunyi dibalik kayu rapuh, di dalam ruang gelap tak berpenghuni. Ia lebih nyaman di ruangan itu,tanpa siapa-siapa. Hanya ia dan suara gema nya yang tersisa. Gadis itu tak pernah siap untuk keluar. Jangankan keluar,untuk mengintip saja ia gemetar. Mengucur peluh dinginnya. Sampai hari itu datang,ia takkan bergerak kemanapun. Bahkan ia berharap hari itu musnah,tak pernah ada. Ah,apa yang sebenarnya ia takutkan?

Coba pikirkan?

Pernah nggak sewaktu-waktu di suatu senja kamu tiba-tiba berfikir sesuatu yang selama ini kamu anggap bukan hal sepele, namun kamu malah cenderung bermain dalam hal tersebut Pernah nggak kamu merasa takut akan sesuatu yang sebenarnya tidak benar2 berpengaruh dalam hidupmu? Pernah nggak kamu biasa aja saat sesungguhnya keadaan amat mendesak? Atau pernah nggak kamu masih ragu untuk mengambil keputusan itu,yang padahal kamu sudah yakin keputusan itu benar? Manusia memang sering salah mengambil sikap terhadap sesuatu yang terjadi di kehidupannya. Entah itu karena merasa paling benar,atau tergesa-gesa,atau bahkan karena memang ia sebenarnya tidak tahu harus bersikap seperti apa? Sungguh,disini sejatinya kita diajarkan bahwa dalam hidup itu kita tak hanya bersepakat dengan diri sendiri. Tetapi,terlebih dahulu kita harus bersepakat dengan-Nya. Pemilik mutlak diri ini.