Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

IMIF 2019

Di sesi terakhir, kami menangis sejadi-jadinya menceritakan jalan juang kami masing-masing untuk sampai ke tempat ini . Ada yang harus berhutang, ada yang hampir refund tiket pesawat, ada yang bertengkar dengan dosen dan cerita pedih lainnya. Tak ada yang kami bawa, selain semangat untuk berperan meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Terimakasih bidaninisiator telah memberikan ruang pembelajaran semenghebatkan ini. Berhasil meruntuh pertahanan 'sok tahu' kami;bahwa ternyata banyak ketidakmengertian kami dalam menyelesaikan masalah. Bahwa kami bukan seorang hero;wonder woman atau apalah bentuknya yang akan menyelamatkan dunia dengan jurus-jurus yang kami miliki saja. Di sini, kami harus merombak kembali segala inisiasi yang kami punya. Pun di sini, kami lebih banyak diam, merenung dan berefleksi kembali atas apa-apa yang kami sebut 'berjuang' selama ini. Pada akhirnya kami menyadari, bahwa segala sesuatunya selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Dan seringkali lang

2020

Terimakasih 2019. - . Tahun yang cukup rumit dengan segala drama korea di dalamnya. - . Tahun yang kian mendebarkan dengan adegan-adegan tak terduganya. - . Tahun penuh keberanian dengan segala keputusan spontan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya. - . Tahun penuh keriuhan dengan fluktuasi iman yang begitu signifikan. - . Saat diri ingin berlari kencang, justru Allah minta untuk tetap berjalan dengan tenang. Saat diri memilih untuk belajar, justru Allah meminta untuk saatnya mengajar.  Tentang menyeimbangkan peran, memberi, berkolaborasi, menambah atau meniadakan rencana-rencana diri dengan penuh ketabahan. Bahwa harapan layaknya pasti yang tak mudah untuk digenggam. Di 2019 lahirnya @rumahperempuan @ceritakebaikanramadhan @kartini.muslimah dan @indonesianfuturemidwife dengan segala jalan terjal yang menyertainya. Kini, kembali berefleksi, akan dibawa kemana semua inisiasi ini? Barangkali, memang ada banyak hal yang perlu ditata kembali di 2020. Tak apa-apa. Set

Teman perjalanan

Menguatlah seiring banyaknya orang yang menganggapmu lemah. - . Beranilah seiring banyaknya orang yang menganggapmu penakut . - . Berbuatlah seiring banyaknya orang yang menganggapmu tidak bisa melakukan apa-apa. - . Mereka tidak pernah tahu bagaimana kerasnya juangmu untuk sampai ke hari ini. Menguatlah seiring banyaknya orang yang menganggapmu lemah. - . Beranilah seiring banyaknya orang yang menganggapmu penakut . - . Berbuatlah seiring banyaknya orang yang menganggapmu tidak bisa melakukan apa-apa. - . Semoga yang saat ini kita perjuangkan adalah apa-apa yang Allah tugaskan, apa-apa yang Allah ridhakan. Meski pada kenyataannya sesak itu tidak datang sekali saja, kesedihan itu tidak hadir sementara dan kekecewaan itu Mereka tidak pernah tahu bagaimana kerasnya juangmu untuk sampai ke hari ini.

Menapaki anak tangga

Hidup itu memang tentang perjuangan, dear. Berjuang menapaki satu-persatu anak tangga untuk menuju puncak. Menerka-nerka tentang apa yang akan kita jumpai pada tiap anak tangganya. Boleh jadi rasa senang atau kesedihan. Tiada yang tahu. Langkah demi langkah yang kita mulai seakan pertanda bahwa hidup ini memang tidak mudah. Rasanya, selalu saja ada yang membuat kita rapuh, selalu saja ada yang membuat kita sakit, selalu saja ada yang membuat kita kehilangan. Entah kehilangan kepercayaan diri, momen, kesempatan, seseorang, atau bahkan impian yang kita rajut begitu baik sebelumnya. Anehnya, kita seringkali bertemu dengan apa yang kita takutkan, kita seringkali berjumpa dengan apa yang kita khawatirkan. Semesta seakan sengaja membuat kita harus menapaki anak tangga selanjutnya meski kita tengah berada dalam keadaan yang tidak pernah siap. Tapi apakah kamu ingat, dear? Di tengah ketakutan dan kekhawatiran itu ternyata semuanya tetap bisa kamu lalui dengan baik. Sedikit demi sedikit, pe

Ketakutan

Barangkali ketakutan yang nyata ada pada diri kita ialah ketakutan untuk menjalani konsekuensi atas keputusan yg sudah kita buat. Yang mau tidak mau, setiap hari harus kita nikmati prosesnya. Yang siap tidak siap, ia tetap akan kita hadapi. Ragu, cemas, khawatir, tentang segala hal yang tidak benar-benar bisa kita kendalikan dengan sepenuhnya. Karena memang tugas kita bukan pada hasilnya tapi pada ikhtiarnya. Barangkali ketakutan yang nyata ada pada diri kita ialah ketakutan akan mencintai diri kita secara utuh . Menerima segala bentuk kekukarangan yang ada pada diri. Memahami semua keterbatasan yang memang tak perku kita lakukan segalanya dengan sempurna. Karena memang tidak ada yang menuntut kita untuk seperti itu. Barangkali, ujung dari ketakutan ini sesungguhnya adalah ketidaksiapan diri. Tidak siap untuk gagal, tidak siap untuk patah, tidak siap untuk memberi dan menerima, tidak siap untuk berjuang dan tidak siap untuk kerja keras. Tidak apa-apa. Kita hanya perlu mencoba untu
Tak ada ruang kehidupan tanpa pembelajaran yang sudah Allah siapkan di dalamnya. Yang kadang kita tidak pernah tahu dimana ujung pembelajaran ini, sampai kapan dan dengan siapa kita harus menghadapinya.

Fase bertumbuh yang baru

Dulu , pernah berada di fase hopeless sama diri sendiri. "Ya Allah, kok mona banyak kurangnya sih?" Pemalu, penakut, panikan, terburu-buru. Padahal buanyak banget yg mau dilakuin, tapi terjebak sama pikiran sendiri. Sampai Allah bilang "Kamu bisa.. Kamu bisa.." hingga Allah takdirkan di tempat yang rasanya tuh nggak mungkin banget bisa survive di sana. Mulai dari masuk kebidanan yang mau ndak mau harus bisa ngomong sama orang banyak, harus jadi orang berani, harus tenang. Nggak hanya sampai di sana, Allah sibukkan sama berbagai organisasi, lagi-lagi mesti out of comfort zone. Disuruh ngurusin A, B, C sama Allah. "Ya Allah, gimana caranya mona ngejalanin ini semua?" Dan memang, semua teori yang mona buat sendiri itu terbantahkan. Banyak proses yang sengaja Allah kasih buat jadi ruang bertumbuh mona. Hingga lahirlah diri mona yang sekarang-yang semoga lebih baik dari sebelumnya. Oke, yang ini sudah kan mona? Mona ndak selemah yang mona pikirkan, bukan?

Terbalik

Justru yang terbaik itu tidak pernah dalam takaran manusia . Meski kita kira sudah menjalani segala sesuatunya dengan baik. Tapi boleh jadi yang baik itu hanya sebatas pandangan kita saja. Barangkali yang terlihat tepat, mudah, menyenangkan itu memang tidak Allah persiapkan untuk kita. Kita tidak butuh itu. Kita butuh yang lain. Yang bisa membuat kita terus belajar di setiap perjalananannya. Hingga tiada satupun yang terlewat dengan hikmah. Bukankah kita perlu yang seperti itu? Barangkali yang terlihat tidak tepat, sulit, tidak menyenangkan itu bukan berarti menjadi sesuatu yang buruk. Karena orang yang kuat itu biasa tumbuh dari rasa sakit yang berulang, patah yang tidak sekali dan kekecewaan yang tidak pernah terbayangkan . Memang, yang paling sulit dalam hidup itu adalah menyikapi takdir. Memberi respon atas segala sesuatu di luar kendali kita. Atas bab hasil yang Allah berikan setelah bab ikhtiar yang kita jalankan. Ternyata menggenggam sesuatu yang kita inginkan begitu erat it
Kamu pasti akan tetap mampu menjadi tegar, meski mungkin tak banyak orang yang membuka tangan untuk memberi kekuatan. Kamu pasti akan tetap bisa tersenyum, walau kesedihan begitu sering mengetuk pintu untuk datang. Kamu pasti bisa menyelesaikan banyaknya permasalahan, meski tiada satupun yang bersedia menjadi teman untuk mencari jawaban Kenapa? Karena kamu punya Allah .

Ketakutan

Kadang, kita begitu takut untuk melangkah pada keputusan baru. Karena selama ini kita ngerasa 'kok banyak dari keputusan kita itu yang berujung kecewa? Kita sedih, gagal, bingung Ngerasa nggak layak Kok yang kita hadapi berat banget ya rasanya? Galau, gelisah, khawatir Ngeliat orang lain kok mereka happy terus ya. Lalu kita tenggelam dengan badai yang Lalu hari-hari kita udah kayak orang yang paling berat ujiannya. Padahal mah ujian kita nyatanya masih di bawah standar euy! Tapi kita suka gitu, mendramatisir keadaan. Ruang bertumbuh setiap orang emang beda, karena ranah peran yang Allah titipkan pun berbeda. Kita ngebandingin kemampuan kita sama orang lain sampai ke ujung dunia mah nggak bakal nemu titik habisnya. Kita perannya untuk masalah A, orang lain untuk masalah B-Z. Ya, tracknya berbeda lah. Kalau track kita banyak duri, kerikil dan jalan berkelok. Tapi orang lain ndak nemu itu di perjalanannya. Ya ndak apa-apa. Ridha, ikhlas sama garis cerita Allah buat kita.
Gimana kita bisa membangun peradaban yg menjulang tinggi? Jika dasarnya saja rapuh? Cek lagi kegalauan kita hari ini? Apa sdh menggalaukan sesuatu yg lebih luas dan dlm? Atau trnyta hnya berputar pada hal-hal yg dangkal saja? Urusan pekerjaan? Kuliah? Perasaan? Karir? Cek lagi wktu yg kita habiskan sblumnya? Sudahkah menghabiskannya utk menjalani misi spesifik kita sbgai manusia (hamba Allah&khalifah)? -monamelisa

Akan tiba waktunya

Akan datang waktu ketika kita menyerahkan segala sesuatu yg pernah kita cintai dalam hidup ini, segala sesuatu yang memenuhi hati kita, segala seuatu yang memenuhi pikiran kita pada Sang Pemilik Yang Sesungguhnya. Belajar melepaskan keteritakatan pada selain-Nya. Keterikatan pada hal-hal yang berubah, pada sesuatu yang tidak konstan dan sementara. Tentang kepintaran yang kita miliki; katanya kita sekarang bisa kuliah, dapat beasiswa ke luar negeri, karena dulunya kita begitu tekun belajar. Jadilah hingga hari ini kita rela berlelah-lelah, begadang tengah malam, untuk mempertahankan kepintaran itu. Apakah memang demikian? Tentang label aktivis yang melekat pada diri; katanya kita sekarang banyak followers, sering diminta jadi narasumber, aktif sana sini, karena kita begitu pandai sosialisasi dan public speaking. Jadilah hingga hari ini kita rela menghabiskan waktu untuk melakukan ini itu, berbuat ini itu, agar kita tidak melakukan hal yang sia-sia. Apakah memang demikian? Hari ini k

Roller coaster

Roller coaster kehidupan yang hadir dengan ritme yang tidak menentu. Sesaat ingin berteriak keras karena bahagia, sedetik kemudian bisa menangis ketakutan atas kesedihan. Pun sebaliknya . Tiada yang tahu. Dalam sepersekian detik semua bisa berubah. Semakin lama dalam roller coaster perjalanan itu, justru semakin kuat rasanya ingin berserah. Memercayakan kepada Allah atas segala sesuatu yang di luar kuasa kita untuk mengaturnya. Kita diingatkan kembali, bahwa yang tengah terjadi dalam hidup ini tidak dalam kendali kita. Naik turunnya, ke kiri ke kanannya sudah digariskan. Maka bersabarlah atas banyak hal yang sulit engkau mengerti. Karena orang yang kuat itu bukan orang yang tidak menangis ketika hatinya terluka. Orang yang kuat itu bukan orang yang selalu tegar ketika hidupnya sangat runtuh. Tetapi justru sebaliknya. Orang yang kuat itu adalah ia yang selalu merasa tidak baik-baik saja tanpa Allah. Kala ia bahagia, tapi kebahagiaannya tak mendekatkannya pada Allah, ia gelisah. Kala

Tentang Perasaan

Jika hari ini jiwa kita terlalu terkuras dengan ujian perasaan, semoga sebentar lagi Allah berikan kita kemudahan untuk melepaskan perasaan itu dengan utuh hanya untuk Allah. Karena kita tahu bahwa konsekuensi mengisi hati pada selain Allah pasti menyesakkan, pasti menyakitkan-yang sebagai sesuatu yang lemah-kita tidak akan pernah sanggup menyelesaikan ujian itu hanya dengan mengandalkan kekuatan kita. Suatu hari nanti, entah di waktu yang kapan, kita akhirnya pasti akan paham bahwa perasaan itu adalah sesuatu yang sangat suci;terjaga. Tidak bisa pada sembarang orang kita ucapkan, pun tidak bisa dengan cara-cara yang tidak benar. Ia bertempat, ia punya waktu, ia harus dilakukan secara sakral. Daun sehelai yang gugur saja tak luput dari pengawasan-Nya. Apalagi untuk sebuah perasaan pada seseorang? Tentu saja semua itu bukanlah sebuah kebetulan. Tenanglah hati. Allah pasti tahu bagaimana kalutnya kamu menahan agar gejolak ini tetap tenang, tersimpan dan tumbuh dengan diam. Allah pasti

Menyesuaikan Peran

Orang yang kuat itu bukan orang yang tidak menangis ketika hatinya terluka. Orang yang kuat itu bukan orang yang selalu tegar ketika hidupnya sangat runtuh. Orang yang kuat itu adalah ia yang merasa bahwa ia bukanlah apa-apa tanpa Allah

Belajar melepaskan

Pada akhirnya, tak ada lagi yang harus kita paksaan menjadi milik kita. Yang kita genggam itu cepat atau lambat akan terlepas juga. Sebab kita sadar, yang tergenggam hari ini, bukan berarti akan menjadi takdir kita, bukan berarti selamanya akan menetap dengan kita. Ia bisa saja Allah minta pergi, karena memang waktunya sudah usai untuk menemani . Pada akhirnya, tak ada lagi yang harus kita paksakan terjadi. Yang terencana itu tidak akan selalu terwujud sesuai dengan ekspektasi kita. Sebab kita sadar , rencana kita bisa saja tidak searah dengan rencana Allah, rencana kita bisa saja bertolak belakang dengan ketetapan Allah. Sampai saatnya nanti, kita tidak lagi hanya berpikir tentang hari ini. Kita rela menyetel ulang rencana, membiarkan satu dan lain hal bergeser. Mengikhlaskan apa-apa yang sudah terlewat dan mulai mendidik diri untuk lebih mudah menerima . Ya, sampai saat itu tiba. Saat diri sudah benar-benar sadar secara utuh bahwa hamba Allah itu bukan hanya predikat untuk mengej

Doa yang kita ikhlaskan

Doa yang kita ikhlaskan hari ini.. Doa yang kita biarkan melangit tanpa tahu kapan akan kembali ke bumi Doa yang kita biarkan terus tumbuh tanpa perlu kita mintai jawabannya dengan cepat Doa-doa itulah yang kian hari kian membentuk diri kita menjadi manusia yang seutuhnya. Utuh melepaskan segala hal yang melekat pada diri kita dengan keputusan Allah. Entah itu perkara pasangan , rezeki, karir, impian, harapan kita dan kerja keras. Kita biarkan ia tetap menjadi sebuah rahasia yang kita sendiri pun tidak pernah ingin tahu kapan datangnya. Utuh membiarkan segala urusan yang hadir pada diri, sebagai upaya kita untuk menjadi hamba yang selalu bertawakal pada-Nya.Yang kita tahu, kita tidak perlu menuntut apa-apa atas segala sesuatu yang sudah Allah jamin. Biarkan Allah yang meredakan segala kekhawatiran dan kecemasan kita. Biarkan Allah yang menguatkan atas ritme hidup yang tidak pernah menentu. Bukankah Allah yang luaskan hati kita untuk selalu merasa qanaah setiap hari? Bukankah Al

Pertanyaan akan perjalanan

Semakin bertambah usia, semakin kita sadar bahwa setiap orang sedang melewati fasenya masing-masing . Ada yang di usia sama sudah menyelesaikan pendidikannya, menikah atau bahkan sudah menikmati perannya bersama buah hati. Ada yang di usia yang sama sudah punya pekerjaan yang mapan, karir yang bagus atau bahkan menjadi CEO perusahaan besar. Di sisi lain ada yang masih bertanya-tanya, who is that? Siapakah yang akan menjadi pasangannya? Atau ada yang masih berkutat dengan penelitian untuk selesai dari pendidikan. Masih ada yang bertanya-tanya, when is happen? Kapan lamaran pekerjaannya diterima? Atau sekedar mampu berpenghasilan cukup untuknya sehari-hari. Lebih dalam lagi, ternyata masih banyak yang belum tahu who am i? Masih mencari-cari jati dirinya. Siapa aku? Siapa saya? Tiap orang sudah punya zona waktu dan ruang. Kita memang tengah berjalan pada rute sendiri, menjalani masing-masing takdir yang sudah digariskan-Nya. Dan perjalanan itu memang tidak akan selalu sama. Berbeda

Mengupayakan Allah

Kamu boleh merancang rencana-rencana apapun; mengupayakannya, serta giat memohon pada-Nya. Kamu boleh mengumpulkan harapan-harapan apapun; berusaha mencapainya dan tak lupa menyertainya dengan doa. Boleh, sangat boleh. Yang kamu lakukan itu sudah benar, karena kamu sudah berjuang dalam ruang yang semestinya, sesuai fitrahmu sebagai manusia. Yaitu berfokus pada ranah ikhtiar bukan pada ranah hasil. Jika kamu gagal, bukan berarti kamu menjadi manusia yang paling menyedihkan. Karena sesungguhnya setiap diri sedang menjalani alur takdirnya masing-masing. Jika kamu belum berhasil, bukan berarti kamu menjadi manusia yang tidak beruntung. Karena sesungguhya setiap diri adalah karya terbaik dari Allah. Karena pencapaian itu tak selalu menandakan ia terbaik, terjauh ataupun terkeren. Bukankah ketiga label tersebut hanyalah predikat dari manusia? Sejak awal, kita sudah mulai bersepakat. Bahwa kita berjuang bukan untuk itu, melainkan untuk kebaikan yang abadi. Yang nantinya akan menyelamatkan

Bersepakat dengan diri sendiri

Mau tidak mau, dalam perjalanan ini tidak hanya hal-hal menyenangkan yang akan kita temui. Sebagaimana Alah menciptakan dunia ini seimbang. Keburukan dengan kebaikannya, kejelekkan dengan kecantikannya,  serta kesulitan dengan kemudahannya. Sudah sunnatullahnya seperti itu. Hari-hari yang akan kita lalui akan semakin panjang dan melelahkan. Setelah tamat jadi siswa, akan menjalani peran baru sebagai mahasiswa. Setelah tamat jadi mahasiswa, akan menjalani peran baru pasca kampus. Entah peran sebagai mahasiswa lagi, karyawan kantor, pegawai negeri, seorang freelance, atau memutuskan menjadi seorang istri/suami. Peran-peran itu sama mulianya. Tidak ada yang lebih baik atau buruk. Waktu yang bergulir memang mempertemukan peran sepaket dengan tanggung jawabnya. Oleh sebab itu, kita tidak bisa asal-asalan memilih peran. Harus bisa mengukur, sudah sebesar besar upaya kita untuk berani mengemban tanggung jawabnya? Berani ditempa dengan masalah baru;kejadian baru. Pasti akan lebih capek, le

Perjalanan waktu

Perjalanan waktu selalu mengantarkan kita pada definisi baru dalam kehidupan . Tentang pilihan, keputusan, kebahagiaan, dan lainnya. Semuanya perlahan berganti sendiri seiring berubahnya prinsip dan value yang kita pegang. Prinsip itu tumbuh dari perjalanan kita mencari dan memahami ilmu-Nya. Dari apa-apa yang membuat kita belajar dan menemukan hikmah. Dari kejadian-kejadian yang mendidik kita untuk mempunyai sudut pandang yanng baru tentang apa itu yang namanya kehidupan. Yang dulu terlihat rumit, ternyata begitu sederhana. Pun yang terlihat sederhana, nyatanya tak sesederhana yang kita kira. Cara kita menakar sudah berbeda. Dulu, pilihan kita hanya seputar mau sekolah di mana, di jurusan apa, dan akan menuntut ilmu seperti apa. Kini pilihan itu berganti;mau berperan di mana, berdaya sendiri atau ikut-ikutan tren, dan menghabiskan waktu dengan aktivitas apa. Dulu, keputusan itu hanya berangkat dari pertimbangan apakah itu membuat kita senang atau tidak. Sulit atau mudah. Kalau k

Yang tertunda vs yang disegerakan

Yang tertunda itu dari Allah. Pun yang disegerakan juga dari Allah. Yang tertunda bukanlah semata-mata diberikan untuk menjadi bagian dari kesedihan kita, pun yang disegerakan belum tentu menjadi bagian dari kebahagiaan kita. Allah menyembunyikan dan menyimpannya.Tetap menjadikannya sebagai sesuatu yang tidak bisa ditebak oleh logika manusia. Karena pada hakikatnya apa-apa yang melekat pada diri manusia itu terbatas. Penglihatannya terbatas, tangannya terbatas, kakinya terbatas, pendengarannya terbatas, pun kecerdasannya terbatas. Yang tersembunyi itu sengaja di hadirkan untuk dijadikan pembelajaran. Dan tidak ada pembelajaran yang paling baik selain pembelajaran yang membuat iman kita bertambah setiap harinya. Jika rangkaian kejadian yang Allah timpakan kepada kita hanya membuat kita lebih angkuh, lebih sombong, dan iri hati, berarti ada yang tidak benar dari cara kita memaknai kejadian tersebut. Pun jika kejadian itu hanya membuat kita putus asa, hilang harapan, dan suka mengeluh. J
Allah Yang Maha Mengerti tentang diri kita, tentang mimpi-mimpi kita, tentang upaya kita, tentang kesabaran kita, tentang daya juang kita, tentang pengorbanan kita, tentang kebahagiaan kita, tentang rasa sayang kita. Maka saat terjadi pergesekan, ketidaksesuaian, tidak seimbang, tidak pas. Kembalikan lagi semuanya pada Allah. Serahkan dengan ikhlas, tanpa ada rasa khawatir, tanpa ada rasa ragu. Bahwa Allah pasti akan menjadi tempat sebaik-baik penyelesaian. Sebaik-baik tempat menemukan jawaban atas kegelisahan. Hingga kita sampai di titik kerinduan. Rindu dengan lelah-lelah kita hari ini. Rindu akan upaya-upaya kita, kerja keras kita. Rindu akan tangisan kita, perjuangan kita. Merindui segala hal yang sudah kita lewati menuju jalan Allah. Ternyata senikmat ini, semenyenangkan ini.

Ramadhan 1440

Sering saya lupa bahwa ramadhan tidak hanya tentang menjalankan ibadah puasa. Tidak hanya tentang menyelesaikan target-target yang sudah saya sepakati sejak sya'ban . Tidak hanya tentang agenda-agenda baik yang sudah saya direncanakan. Nyatanya Ramadhan adalah tentang kekuatan dari Allah. Dikuatkan untuk tidak makan dan minum kurang lebih 12 jam. Padahal biasanya jarak 2-3 jam saja perut berontak minta diisi. Tapi ajaibnya , kala ramadhan si perut tetap calm tuh. Dikuatkan untuk meninggalkan perkara-perkara yang sia-sia, sehingga di tengah lemasnya badan pun kholas itu alhamdulillah tercapai. Pin dikuatkan berakvitas yang bahkan lebih padat dari hari biasanya. Tanpa Allah, tak mungkin semua itu dapat dilakukan. Nyatanya Ramadhan adalah tentang teguran dari Allah. Bahwa di hari-hari biasa pun kita sejatinya mampu beramal seperti hari ini. Ditegur akan waktu yang berlalu begitu cepat. Baru kemarin awal Ramadhan, eh sekarang sudah setengah jalan saja. Pun ditegur bahwa menjadi ham

Rezeki itu

Suatu hari nanti, entah di waktu yang kapan, pemahamanmu terhadap rezeki akan begitu meluas. Rezeki tidak lagi tentang apa-apa yang mengenyangkan perut. Tidak lagi terbatas atas sesuatu yang sudah kita miliki. Tidak lagi perihal deretan angka-angka dalam buku tabungan. Atau tentang sesuatu yang sudah kita capai. Diberi hidayah islam itu rezeki. Diberi nikmat sunnah, dimudahkan dalam ketaatan dan beramal itu rezeki. Dimampukan menuntut ilmu agama oleh Allah, diluaskan waktu untuk mempelajari Al-quran. Itu semua rezeki. Jika terfokus mencari rezeki yang sifatnya duniawi maka merugilah dirimu. Karena apa-apa yang seperti itu akan lenyap dan hilang. Pun dengan harta. Orang-orang baik di sekitar kita itu rezeki. Sahabat, teman yang selalu mengingatkan dalam kebenaran itu adalah harta. Suami yang terus membimbing istrinya kepada ketaatan adalah harta. Istri yang mengokohkan keimanan bagi suami dan anak-anaknya adalah harta. Pun anak-anak yang tumbuh dalam sunnah adalah harta. Mereka ad

Seni Menikmati Hidup

Hari ini kita ngerasa nggak sih kalau kita itu disibukkan oleh banyak hal. Rasanya kita pengen aja ngerjain semuanya dalam satu waktu. Kuliah, organisasi, ikut lomba a-z, volunteering, dan lain-lain. Kita seolah-olah sedang melakukan segala hal yang diburu. Sampai kita ngerasa kalau waktu kita itu sempit. Sedangkan kita harus mengerjakan ini, itu. Harus menuntaskan ini, itu. Alhasil, terkadang kita tidak menikmati apa yang sedang kita kerjakan. Karena semuanya terlalu banyak dan sama-sama mendesak. Kalau dalam islam, bersegera itu berbeda dengan buru-buru. Bersegera itu adalah ketika kita bisa mensyukuri dan memahami setiap prosesnya, dengan syarat kita tahu apa yang ingin kita tuju. Tetapi bukan juga berarti lambat ya, melainkan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa . Jadi kita itu diminta untuk fokus pada growthnya bukan pada speed. Bukan gimana cepat kaya, gimana cepat lulus, gimana cepat nikah, gimana cepat punya kendaraan pribadi, dan lain-lain. Kadang kita suka sekali memikirkan

Usaha vs Ketetapan Allah

Dulu kita berpikir bahwa usaha-usaha kitalah yang mengantarkan kita pada pencapaian-pencapaian hari ini. Karena kita begitu percaya dengan kalimat 'usaha tidak akan mengkhianati hasil'. Maka ketika kita sudah berjuang sedemikiannya, pun kita akan percaya bahwa hasil yang akan kita dapatkan sesuai dengan apa yang kita sudah perjuangkan. Sehingga kita begitu keras menempa diri. Mendidiknya untuk selalu mengasah kemampuan semaksimal mungkin. Mengajaknya untuk selalu menjadi orang yang suka belajar. Dulu kita berpikir bahwa yang namanya usaha pasti butuh energi yang besar. Karena kalau kata si fisika usaha sama dengan gaya. Apa yang kita bayangkan saat mendengar kata gaya? Sesuatu yang berat, butuh dorongan atau tarikan. Maka yang namanya usaha itu tidak berlaku bagi orang yang lemah. Sehingga kita terbiasa mendeskreditkan keberhasilan itu hanya untuk mereka yang mampu tampil menonjolkan kekuatannya. Tapi kita lupa memahamkan diri; bahwa ada kekuatan Yang Maha Dahsyat. Yang menj

Memahamu secara utuh

Sejak kita sadar bahwa dunia tidak seistimewa yang kita kira, kita pun mulai meninggalkan ambisi-ambisi fana yang dulu begitu kita kejar. Kita mulai menghapus satu persatu target pencapaian, melepas keterikatan kita yang rasanya sudah terlalu erat genggamannya pada dunia. Karena ternyata itu semua sungguh melelahkan. Urusan-urusan yang tidak kunjung selesai, keinginan yang semakin banyak, harapan yang semakin bertambah, dan tuntutan-tuntutan baru yang mulai minta ditunaikan. Tentang sesuatu yang hendak kita perjuangkan, kita mulai menjadikannya lebih sederhana. Karena definisi sukses itu kini sudah berganti. Tidak lagi tentang sesuatu yang besar dan terlihat menyenangkan. Sukses tak lagi tentang apa-apa yang terlihat di permukaan. Bukan tentang hidup mewah, bukan tentang sekolah di mana dan gelar apa, bukan tentang gaji berapa dan sudah membeli apa. Karena sekali lagi, sukses tak lagi tentang apa-apa yang terlihat di permukaan. Sejak kita mengerti bahwa hidup ini bukanlah perjalanan
"Saya saja sudah S2, rasanya masih belum cukup ilmu menjadi seorang ibu. Walaupun anak saya sudah 3." Semua dimulai dari perkataan itu. Hari ini, perempuan sedang ditimpa musibah yang sangat halus tapi mematikan. Tujuan mereka agar perempuan-perempuan islam tak lagi memberikan peradaban yang baik. Pertama, jauhkan ibu dari rumahnya Kedua, alihkan fokus perempuan akan perannya Untuk poin pertama, Saat dinas, sebenarnya buanyak sekali ketemu case case yg mmprihatinkan. Mona sebutkan beberapa yah. "R" usia 11 tahun dtg ke puskesmas mengeluh demam dg keadaan kaki luka. Setelah diperiksa trnyta luka di kaki si anak sudah infeksi, dan hal tersebut yg menybbkan dia demam. Si anak tatapannya kosong, tidak ada ekspresi, ditanya tidak bisa mnjwb. "Ibunya kemana?" "Ibunya bekerja. Pulangnya selalu malam." Jawab neneknya yg saat itu mengantarkannya berobat. Kasus kedua, Seorang ibu dtg dg anak perempuan usia 5th. Ibu blg anakny mengalami pelecehan
Ternyata yang paling sulit itu jaga mata.. Kadang nggak sengaja ngeliat kamu di jalan eh malamnya terbayang-bayang peristiwa itu. Sampai kebawa mimpi sama hayati. Apalagi kalau lagi rapat, sukanya curi-curi pandang. Ternyata yang paling sulit itu jaga telinga .  Mendengar sekelompok orang yang lagi bergunzing itu entah kenapa kok seru ya. Pengennya nguping terus. Apalagi Kalau lagi galau, kadang lebih memiih dengar lagu melow daripada dengar murrotal. Ternyata yang paling sulit itu jaga mulut. Nggak sadar perkataan kita sering menyakiti perasaan saudari kita. Bahkan gibah sudah jadi kebiasaan sehari-hari. "Kami nggak lagi ngomongin keburukan orang kok. Kami ngomongin kenyataannya". Hei, kalau nggak kenyataan itu namanya fitnah hayati! Ternyata yang paling sulit itu jaga hati. Tanpa sadar sebagian besar hati kita ternyata dipenuhi oleh keinginan kepada manusia. Keinginan untuk dinilai baik, keinginan untuk dinilai sebagai manusia tanpa cela. Hal-hal seperti itu yang kadan

[Ternyata Milenial itu Penipu]

Biasanya apa sih yang dilakuin anak millenial kalau lagi rindu seseorang?  Lihatin foto si 'dia' berjam-jam . Stalking instagramnya setiap hari. Scroll up semua chattigan yang ada 'dia'nya di grup. Pokoknya hayati nggak mau ketinggalan aktivitas sia 'dia' sedikitpun. Biasanya apa sih yang dirasain kalau mau ketemu sama seseorang yang spesial? Pasti hayati deg-degan kan? Nggak sabaran. Setiap malam latihan gimana ketemuannya biar nggak canggung. Pengennya pas bangun tidur eh langsung hari H aja. Iya kan? Tapi.. Tapi... Kamu sadar nggak sih kalau kamu itu penipu? Katanya rindu banget sama bulan Ramadhan tapi kok masih sibuk sama dunia? Padahal ramadhan kan tinggal hitungan hari. Kok nggak ada persiapan apa-apa? Lebih milih pergi rapat daripada daurah ramadhan.  Lebih milih lihat akun youtuber berjam-jam daripada lihat kajian tentang ramadhan. Padahal kan persiapan ilmu itu penting. Ibaratnya kamu mau ke suatu tapi kamu nggak tahu jalannya ke mana. Ya, nggak

Hai perempuan

Hai perempuan.. Sebenarya apa yang membuat hatimu begitu cepat terluka? Apakah karena orang di sekelilingmu tak kunjung mengerti atas perasaanmu? Atau karena kamu terlalu takut berbagi masalahmu pada orang lain? Ah, kamu keliru kalau begitu. Kenapa tak kamu ceritakan semua itu pada Allah? Bukankah Allah yang paling tahu bagaimana menyembuhkan hati hamba-Nya yang terluka? Hai perempuan.. Sebenarnya apa yang membuat hatimu begitu cepat merasa galau? Apakah karena lelaki itu terlalu baik padamu? Atau karena kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan tentang kebaikannya? Ah, jangan seperti itu. Kamu boleh jatuh hati padanya. Tetapi jangan sampai ada harapan-harapan semu yang pada akhirnya akan kamu tuntut. Karena percayalah, kamu pasti kecewa. Yang menggenggam hati manusia itu kan Allah. Jika Allah tidak izinkan hatinya terpaut padamu, ya kamu nggak bisa maksa. Maka rubah saja rumusnya, gantungkan harapan itu cukup pada Allah. Hai perempuan.. Sebenarnya apa yang membuat hatimu begitu cepa

Iman

Awalnya Allah letakkan kesabaran itu pada apa-apa yang membuatmu bersedih. Pada ujianmu, cobaanmu, kegagalanmu,  kekhawatiranmu, ketakutanmu akan kehilangan dunia, dan lain-lain. Lalu Allah letakkan kesabaran itu pada apa-apa yang membuatmu bahagia. Pada nikmatmu, kesuksesanmu, kecukupanmu, kekayaanmu, dan lain-lain. Sampai pada akhirnya kamu mengerti, bahwa apa saja bisa terjadi dalam hidupmu. Hari ini sedih, besok bahagia. Hari ini bahagia besok bisa kembali bersedih. Begitu roda itu berputar. Hari ini apa yang kamu genggam begitu erat bisa jadi terlepas. Dan apa yang kamu lepaskan, bisa jadi kembali dengan sendirinya. Lagi-lagi, begitu cara roda itu berputar. Lihatlah, tidak ada yang begitu istimewa dari dunia ini. Tak lain hanyalah sebuah siklus yang berulang. Pagi kembali ke pagi, malam kembali ke malam. Hanya satu hal yang membuatnya berbeda, ketika kamu mengikat semuanya dengan iman. Saat kesedihan itu datang, kamu punya iman. Saat kebahagiaan itu datang pun, kamu punya iman.

Konsep diri

Salah konsep diri;menyebabkan kurangnya penghargaan terhadap diri sendiri dan kebermanfaatan buat orang lain. Oh, jadi di situ yang harus diperbaiki. Pantas saja sebelum-sebelumnya mona lebih sering ngeluh. Soalnya enggak tahu sama fokus hidup. Dulu, mona suka banget ngebandingin diri mona sama orang lain. Sibuk menghabiskan waktu untuk meratapi kelemahan diri. Merasa bahwa mona ini nggak punya kemampuan, nggak bisa diandalkan, nggak punya potensi, dll. "Iyalah, mona orangnya kan gini..Makanya nggak bisa" "Iyalah nggak mampu ngerjainnya, mona mah apah atuh.." Mindset seperti itu tertanam cukup lama di kepala mona. Yang pada akhirnya membuat mona menjadi orang yang minderan. Akhirnya apa? Akhirnya mona mengalihkan itu semua ke aktivitas yang sia-sia. Salah konsep diri;menyebabkan seseorang menjadi tidak produktif. Karena gagalnya ia mengendalikan energi yang dia punya ke area positif. Akhirnya apa? "Saya ini lesu." "Saya ini lemah." Karena

Untukmu

Kita memang tidak bisa memaksakan hal-hal di luar kendali kita. Ikhtiar itu harus. Tapi apakah buah dari hasil ikhtiar itu sesuai keinginan kita atau tidak, itu mutlak hak Allah. Allah mau mengabulkannya hari ini,  esok, atau Allah ganti dengan sesuatu yang lebih baik. Semua itu adalah sebuah keniscayaan. Tidak sekarang , bukan berarti Allah tak sayang. Barangkali ada hal yang lebih perlu untuk kita persiapkan. Entah itu ruang penerimaan kita yang harus lebih diluaskan atau kita mesti belajar lagi mengecilkan rasa khawatir yang kita ciptakan sendiri. Tidak hari ini, bukan berarti Allah tak peduli. Hanya saja waktu terbaik itu sudah ditentukan jauh sebelum kita hadir di bumi ini. Tidak ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat. Semua ini hanyalah tentang cara kita melihat dari kacamata siapa. Kalau memakai kacamata manusia tentulah hasilnya keliru. Maka tunggulah dengan tenang. Tunggulah dengan menjadi sebaik-baik hamba. Bukankah tidak ada yang mendesak kita untuk melakukan ini da

Jika setinya Allah

Jika sejatinya Allah selalu memberikanmu ampunan setiap hari, lantas apa yang membuatmu begitu ragu untuk memperbaiki diri? Perbuatanmu dipengaruhi banyak hal, diantaranya adalah nafsu dan godaan setan. Kamu bisa saja mengulangi kesalahan yang sama berkali-kali. Bahkan saat kamu telah berjanji akan meniggalkan dosa itu, toh kenyataannya kamu mengingkarinya. Lalu, apakah saat itu Allah meninggalkanmu? Tidak, Allah selalu ingin kamu untuk kembali mendekat. Jika sejatinya doa-doa yang kamu langitkan itu pasti dikabulkan oleh-Nya, lantas apa yang membuatmu begitu cepat putus asa? Bahkan sekecil apapun ikhtiarmu, Allah pasti mencatatnya sebagai amal kebaikan. Tidak ada balasan yang lebih baik selain apa yang Allah berikan pada hamba-Nya. Yang perlu kamu lakukan hanyalah mempercayainya. Jika sejatinya kamu tahu bahwa ketetapan Allah untukmu itu adalah yang terbaik, lantas mengapa kamu begitu khawatir dengan apa yang sedang kamu hadapi h ari ini? Boleh jadi inilah hakikat kebahagiaan yang

10yearschallage

Dan tahun pun sudah berulang kali berganti. Tentu banyak yang sudah berubah dari dirimu. Bagaimana kamu mendefinisikan perasaan, menyikapi permasalahan, memandang diri sendiri dan kebaikan,  mengartikan mimpi dan perjuangan, memaknai kegagalan dan tujuan hidup, serta menentukan arah perjalanan. Mungkin sudah sangat berbeda dari 10 tahun yang lalu. Perasaan bukan lagi soal hubungan dengan lawan jenis, karena kamu tahu itu haram hukumnya. Perasaan adalah keluasan hati untuk saling memberi ruang kasih sayang sesama teman, sahabat dan saudara. Perasaan adalah value yang kamu bangun sendiri untuk dirimu. Kebaikan bukan hanya sekedar mudah menolong dan memberi. Kebaikan adalah belajar melawan keburukan diri sendiri. Egoisme, iri hati, rasa malas, curang, dendam dan seterusnya. Kebaikan adalah perjalanan menuju Allah yang tidak dapat ditakar parameternya. Perjuangan bukan lagi seremonial begadang setiap malam demi mencapai kesuksesan esok hari. Berambisius meraih ini dan itu. Perjuangan

Waktu

Setiap hari tanpa kamu sadari, ternyata banyak peristiwa datang silih berganti yang menunjukkan betapa lemahnya diri ini-sebagai manusia. Nyatanya manusia itu punya porsi dalam bergerak. Ada rambu-rambu yang tak boleh dilanggar. Ada batas sebagai hamba yang tidak boleh dilewati. Karena memang sejatinya tidak semua hal berada dalam kendali kita. Saat usia 17 tahun, saat di mana kamu mulai memikirkan yang namanya 'masa depan'. Kamu mulai menyusun rencana sedemikian rupa. Membuat plan A,  plan B, dan 1000 plan lainnya.Nanti saya akan kuliah di tempat itu, lulus dengan IPK sekian, bekerja, lalu menikah dengan seseorang yang disuka, punya anak sekian orang, membangun rumah, membuka usaha, pergi liburan, menua and happily ever after. Lalu, saat menginjak usia 20 tahun. Kamu mulai mengerti satu hal. Ternyata perjalanan hidupmu jauh melenceng dari semua rencana. Banyak hal yang terjadi dalam hidupmu tetapi tidak masuk ke dalam daftar planmu. Bahkan ada yang bertentangan dengan dirim

Orang-orang dalam perjalanan

Saya selalu percaya, bahwa setiap hari selalu memberika. Kesempatan yang batu Bahwa setiap perjalanan punya medan tempurnya masing-masing. Kamu nggak bisa memaksa seseorang merasakan medan tempurmu. Pun aku, tak bisa memaksamu merasakan medan tempurku. Saya selalu percaya bahwa orang-orang yang punya tujuan sama akan dipertemukan dalam perjalanan. Singkatnya, coba lihat orang-orang disekelilingmu. Kenapa kamu bisa dekat dengan mereka? Apa yang membuatmu mau menghabiskan waktu dengannya? Bukankah karena kalian punya defenisi kebahagiaan yang sama? Pun dengan defenisi kekecewaannya. Maka, seandainya kau sedang memperjuangkan kebaikan, insyaallah orang-orang di sekelikingmu pun sedang memperjuangkan hal yang sama. Yang ingin kukatakan,  janganlah merasa sendiri. Jangan merasa bahwa kebaikan itu begitu susah kau tebar hanya karena kau merasa sedang sendirian. Tidak. Kau tidak sendiri. Ada mereka yang siap memberikan ruang untukmu berkeluh kesah nantinya. Tenang saja. Semuanya ada di ta