Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017
Sejumput harap yang pernah kita sandarkan pada manusia hanya akan membuat kita bertambah lelah. Manusia itu hatinya berbolak-balik. Hari ini ia katakan iya boleh jadi besoknya tidak. Pun dalam hitungan detik bisa berubah. Jadi, jangan heran kalau mantan kita dulu bilang "nggak bisa hidup tanpa kita" eh sampai sekarang masih hidup sama pacar barunya. Itu wajar. Lalu? Yang sekarang punya pacar hati-hati nya diperbanyak ya. Iya sih sekarang dia bilang cinta. Tapi besok? Belum tentu.

Kita hanya sedang lupa berterimakasih

Mungkin. Kita hanya sedang lupa berterimakasih. Pada mereka yang sempat hadir dalam hidup kita. Sadar atau tidak. Mereka ada menjadi sebab untuk hidup kita hari ini. Kita hanya sedang lupa berterimakasih. Pada mereka yang sering mengecewakan kita. Sadar atau tidak. Darisana kita belajar bahwa berlapang dada itu ternyata tidak mudah. Kita hanya sedang lupa berterimakasih. Pada mereka yang selalu membenci. Sadar atau tidak. Darisana kita belajar bahwa penilaian manusia hanyalah nafsu semata. Penilaian Allah lebih mutlak adanya. Untuk apa cantik dimata manusia sedangkan dimata Allah kita hina? Sama sekali tidak ada gunanya. Kita hanya sedang lupa berterimakasih. Pada mereka yang lebih memilih mencintai. Sadar atau tidak. Darisana kita belajar bahwa hidup tak harus berpura-pura. Hanya mereka yang mencintai kitalah yang sanggup menerima kita apa adanya. Mungkin. Kita hanya sedang lupa berterimakasih.

Part 7 -pemberhentian temu-

Hati yang kalut ditengah malam yang belum juga larut. Khawatir. Bimbang. Bingung. Bahagia. Semuanya berkemulut jadi satu. Syahid kurang percaya diri kali ini. Sebenarnya ia sudah cukup sering membuat project seperti ini. Hanya saja, tak pernah sebesar ini sebelumnya. Tok.tok. Terdengar ketukan 2 kali dari pintu. "Masuklah, Bu". Ibu masuk dan duduk diatas kasurku. Aku segera memutar kursi menghadap ibu. "Ada apa, Bu?" Tanyaku. "Ibu tidak tahu. Tapi kaki ibu ingin saja melangkah kesini. Atau sedang terjadi sesuatu padamu, Nak?". Ibu balik bertanya padaku. "tidak, Bu. Aku hanya sedang banyak pikiran" jawabku seadanya. "Sudah sholat kan, Nak?" Sholat? Astagfirullah al'azim. Ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 21.18. Aku terkejut. "Ibu, maafkan aku. Aku belum sholat. Tadi..hmm rasanya pekerjaan ini akan selesai dengan cepat. Sayang sekali jika ku hentikan. Tapi ternyata, sampai sekarang belum juga selesai". Aku terbata

Part 6 -pemberhentian temu-

(Syahid) Tentang kita yang menyukai selera yang sama.Perpustakaan, buku dan kopi. 3 hal yang tak pernah lepas darimu, begitupun aku. Siang itu, di perpustakaan. Tempat pertama kali kita dipertemukan oleh-Nya. Jilbab merah kecoklatan yang menjulur indah menutupi kepala hingga tubuh. Dipadu dengan motif bunga tulip sebesar 2 inci yang tersusun rapi. Tak lupa, sebuah buku di tangan dan satu buah cup coffe siap saji di sisi kirimu. Saat itu, dengan segenap pengakuan yang entah ini adalah hal yang benar atau salah. Bahwa kau telah berhasil menawanku. "Untuk menemuiku, sering-seringlah datang ke perpustakaan. Untuk mengingatku, sering-seringlah membaca buku disana. Dan untuk memulai obrolan, sediakan saja 2 buah cup coffe" ucapku pada cermin setiap pagi. Mana tahu, cermin dirumahmu berteman akrab dengan cermin dirumahku. Lalu, mereka saling bercerita. Dan memberitahumu, 3 hal yang perlu kau lakukan jika aku, adalah jatuh cintamu (juga). Dia gadis yang pertama kali berhasil membua

Part 5 -pemberhentian temu-

"Dalam hidup, ada orang yang berjalan dengan langkah yang benar, tapi tanpa pegangan yang baik. Dan ada orang yang berjalan dengan langkah yang salah, tapi dengan pegangan yang baik. Dua-duanya adalah hal yang berbeda, Syifa". Ucap Yangkung memecah keheningan. Setelah 15 menit tanpa suara, akhirnya Yangkung memulai pembicaraan. Dari kecil, Yangkung selalu mengajarkanku untuk berbagi. Entah itu hal bahagia atau kecewa. Kata Yangkung, berbagi itu berarti memberi. Bukankah Allah Maha Pemberi? Tentu Dia menyukai hamba-Nya yang juga suka memberi. Aku hanya menunduk sambil memeluk lutut. Aku tidak tahu kemarahan ini untuk siapa. Untuk ayah. Untuk ibu. Untuk Yangkung atau Yangti. Aku tidak tahu. "Nak, kemarilah" Yangkung menggeser sebuah kursi hingga kursi itu sekarang sudah berada di sampingya. Aku bangkit dari sudut teras dan berjalan mendekati Yangkung. "Nak, Yangkung bukanlah orang yang hidup beberapa tahun saja. Sudah 67 tahun. Selama itu, satu hal yang Yangku

Part 4 -pemberhentian temu-

"Syifa!" Panggil ayah saat aku sedang berselonjor di sudut teras rumah. Entahlah, aku sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun hari ini. Meski sore ini terlalu sesak untuk ku lewati sendiri. Tak apa. Mungkin sesak lebih baik. Aku perlu mencerna kekikukkan ini dulu. Yangkung tiba-tiba menghampiri ku. Bunyi tongkatnya yang khas mulai terdengar dekat di telingaku. Mungkin Yangkung heran kenapa aku tak menggubris panggilan ayah. Yangkung duduk diatas kursi rotan kesayangannya. Yangkung mendehem. Tetapi aku memilih tak menoleh. Untuk pertama kalinya, aku tak menghiraukan yangkung. Mungkin kalian heran kenapa aku memanggil Yangkung, toh aku hidup di tanah Minang. Yangkung adalah panggilan kesayanganku kepada kakek. Dari lima bersaudara hanya aku yang paling dekat dengan yangkung dan hanya aku yang memanggil kakek dengan sebutan Yangkung. Entahlah apa sejarahnya, aku tak terlalu ingat. Yang aku ingat panggilan itu dimulai saat aku berusia 2 tahun. "Dalam hidup, ada ora

Part 3 -pemberhentian temu-

Aku memang mengaku cinta pertama kali tapi bukan untuk jatuh berkali-kali. Kita sama-sama tahu bahwa hati bukanlah tempat sesaat untuk berhenti. Dan aku tahu, bahwa aku sedang diuji. Entah apa yang sedang Dia rencanakan. Apakah ini akan menjadi kenyataan yang menyakitkan atau menyenangkan. Bahwa kita kembali terperangkap dalam satu kota yang sama. Meski aku tahu bahwa kita belum tentu akan bertemu, bukan? Kota ini cukup besar untuk kita saling memencar. Hanya saja, aku takut takdir sedang memperolok kita. Dulu, Tuhan menyelipkan kau disela-sela perjalananku. Hingga aku harus memutar haluan cukup jauh agar tak salah jalan. Lalu Dia memberikan jeda untuk membuatku lega. Jeda yang dicipta Tuhan diantara takdir itu terkadang begitu menawan. Bagaimana keromantisan-Nya bekerja, kita tidak pernah tahu. Disaat itu, cobalah berteman dengan kecewa. Supaya hati lebih mudah dikembalikan saat berantakan. Karena biasanya Tuhan selalu memberikan sesuatu itu sepaket dan sepadan.

Part 2 -pemberhentian temu-

Syahid kembali meneguk secangkir coklat yang ia biarkan ternganga sedari tadi. Minuman itu persis tepat di sudut kanan meja yang sekarang sedang berada dihadapannya. Meja itu juga dipenuhi tumpukan kertas yang berantakan. Ada yang sudah dirobek, diremuk dan ada yang masih utuh bersih. Entah kenapa malam ini syahid begitu kacau. Dia tempelkan kedua telapak tangannya ke wajah. Lalu, dia menundukkan kepala hingga tak ada lagi jarak antara kepalanya dengan meja. Syahid benar-benar bingung dan linglung. Dia yakin sekali bahwa dia  melihat wanita itu masuk ke dalam sebuah taxi dengan kakinya yang gontai. Atas kejadian itu, syahid merasa waktu sudah mempermainkannya cukup lama. Dia menghirup nafas panjang. Dan segera mengambil wudhu. "Ada apa nak?" Tiba-tiba saja ibu sudah berada di dalam kamarnya. Syahid yang berdiri di pintu memberikan seulas senyum. Dia melihat sorot mata ibu begitu teduh. Sorot mata itu seakan-akan tahu apa yang sedang dialaminya. Syahid kembali masuk ke kamar

Aku

Aku. Aku adalah diam. Aku adalah bisu. Aku adalah sepi. Aku adalah rangkaian kata yang tak bermakna. Aku adalah rumah yang tak berpenghuni. Adalah  aku bukan tempat kembali pulang setelah petang. Sesampaiku pada sebuah lembah yang kelam berpalungkan karang-karang berduri tajam. Akan ada mutiara bening berkilau yang menunjukkan celahnya padaku. Memberitahukan bahwa sebaiknya aku mengambilnya dengan segera. Sebelum ada orang lain yang menjangkaunya. Secuil apapun kebaikan yang kau lihat dari orang lain. Meski orang itu buruk menurutmu. Tapi belum tentu menurut-Nya. Ambil lah. Ambil lah dengan berlapang dada. Aku tanpa kalian, sahabat. Bukanlah apa-apa. Teruslah dan menetaplah di dekatku.

Senja kesekiankali

Entah kenapa aroma senja kali ini terasa berbeda dari biasanya. Warnanya lebih jingga. Awannya menggepul lara. Tampak ufuk barat mengabarkan bahwa langit sebentar lagi menggelap. "Apakah kau sedang memikirkan hal yang sama denganku? Tanyanya mengagetkanku. Maksudmu? Jelas aku bingung. Sedari tadi aku hanya sibuk menelisik langit kala itu. Indah sekali. "Tentang aku, kau dan sahabat kita yang lain". Ucapnya lirih sambil menolehku". "Ada apa? Apa ada yang terjadi?" Tanyaku sekali lagi. "Kau tahu? Aku ingin kita semua tak hanya bersama disini. Aku ingin kita menjadi sahabat sesurga. Aku ingin kita bertemu lagi di jannah-Nya. Tapi rasanya saat ini aku masih gagal". Aku melihat ada genangan air dipelupuk matanya yang siap meluap. Cepat-cepat aku menggenggam tangannya Aku tidak tahu apa yang mesti ku jawab. Ku tarik napas sedalam mungkin. "Sahabatku, janganlah kau putus asa seperti ini. Kau tahu bukan? Bahwa yang kau rubah ini bukanlah RAG

Allah

Terkadang, jika kita satu-persatu dipertanyai tentang hidup ini. Akan banyak sekali hal-hal yang menggantung lantas  bertumpuk diatas kepala kita. Sesak memenuhi otak. Mengapa kita dilahirkan pada orang tua yang ini? Mengapa kita terlahir miskin? Mengapa kita tidak cantik/ganteng? Mengapa kita bersekolah disini? Mengapa kita hidup di daerah ini? Mengapa si Fulan itu begitu dan Mengapa aku begiini? KARENA APA YANG MENJADI RAHASIA ALLAH TETAPLAH MENJADI RAHASIA. ALLAH MAHA TAHU DAN KITA BODOH. Boleh jadi jika kita mengetahui semua itu dari awal. KITA TIDAK AKAN MAU MELAKUKAN APA-APA LAGI. Kita akan menjadi manusia yang hidup tanpa tahu apa itu KEHIDUPAN. Kita akan menjadi manusia BURUK RUPA tanpa tahu cara mempercantiknya. "Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,  padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Q.S Al-baqarah 2:216)

Halaman dua

Halaman dua. Banyak hal yang tak bisa ku ceritakan lagi padamu. Semenjak kita tak lagi menjadi satu sama lain. Misalnya, ketika ranting itu mulai tua dan memutih lalu patah. Atau ketika daun-daunnya mulai mengering dan tanggal satu persatu. Ia membiarkanku menatapnya dalam-dalam dan lama-lama. Atau ketika segerombolan angin yang sering berlalu lalang di depan pohon itu. Hanya untuk berhembus sebentar saja, lalu pergi. Menyisakan hawa dingin, tanpa membalas dengan rasa hangat. Mungkin, aku tak lagi berbicara perihal kenangan rutin yang sering bertamu padaku. Namun, aku berbicara tentang keheningan yang menguntitku dari belakang. Keheningan yang merasuk hebat ketika dadaku ternyata belum menerima kepergianmu seutuhnya. Namun, bukankah ranting itu telah kering dan patah? Lalu?

Sahabat sesurga

Jangan sendiri. Al-Hasan Al-Bashri berkata "perbanyaklah sahabat mu'minmu karena mereka  memiliki syafa'at pada hari kiamat" Imam syafi'i berkata "jika engkau punya teman yang selalu membantumu dalam rangka keta'atan kepada Allah, maka peganglah erat-erat dia, jangan pernah kau melepaskannya. Karena mencari teman baik itu susah tetapi melepaskannya mudah sekali". Maka, jika kalian hari ini sudah memiliki sahabat seperti itu ingatlah pesan diatas dengan baik. 'Jangan pernah melepaskannya!'. Namun, jika belum. Carilah! Carilah sesegera mungkin. Diriwayatkan bahwa: Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia. Mereka bertanya tentang sahabat mereka kepada Allah. "Ya Rabb, kami tidak melihat sahabat-sahabat kami, yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami? Maka Allah berfirman: "Pergilah k

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustai?

AR-Rahman Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustai? Ayat yang diulang sebanyak 31 kali oleh Allah dalam sebuah surat yang artinya amat syahdu. AR-RAHMAN, Yang Maha Pengasih. Dari arti dari nama surat itu saja kita seharusnya tahu bahwa dalam surat itu Allah menyebutkan beragam macam kasih-Nya pada kita. Namun, Allah juga berkata. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustai? Kenapa Allah memakai kata "kadziba" yang berarti dusta disini. Bukan ingkar atau semacamnya. Dalam KBBI dusta adalah bohong yaitu tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Ya, manusia itu pendusta. Mereka tahu bahwa semua hal yang dicapainya di dunia adalah nikmat dari Allah. Namun, ia memilih dusta dengan merasa semua itu adalah usaha mereka sendiri. Seorang anak yang sampai ke jenjang pendidikan s2/s3 ia berkeyakini bahwa memang otaknya pintar. Tentu saja dia bisa sampai kesana, katanya dengan pongah. Padahal pintar itu dari siapa? ALLAH. Otak itu milik siapa? ALLAH. Seorang pengusa

Cinta mulia

Carilah cinta yang memuliakanmu. Yang tak memaksamu hari ini untuk bersama. Carilah cinta yang memuliakanmu. Meski tak berkabar, cinta itu tetap tumbuh setiap hari. Tetap mekar dengan warna merah merona. Carilah cinta yang memuliakanmu. Ia yang lebih tunduk kepada yang menciptakan rasa dibanding kepada orang yang menyebabkan adanya rasa. Carilah cinta yang memuliakanmu. Cinta yang tak hanya mengatakan 'aku mencintaimu'. Tetapi cinta yang berani menemui ayah mertua *eh Jika rindu, ia hanya perlu mengadu pada-Nya. Dengan bisikan lembut penuh harap. Karena ia tahu bahwa do'a-do'a itu akan mengetuk pintu langit. Jika patah hatinya, ia tahu bahwa penyembuhnya adalah kesabaran. Kesabaran atas waktu-waktu yang ia gunakan bukanlah untuk mengundang murka-Nya. Jika ia khawatir, ia tahu bahwa janji Allah itu lebih pasti adanya. Apa-apa yang dimulai dari hal baik akan berjalan dengan baik dan akan menghasilkan yang baik pula. Carilah cinta yang memuliakanmu.

Senja

Aku masih takut dan gugup. Perihal senja yang ku temui hari ini. Ternyata masih menyisakan namamu, mungkin. Aku takut. Rasa ini pelan-pelan membuatku lemah pada-Nya. Pijakan awal yang sudah susah payah ku bangun. Mana mungkin ku biarkan kau menghancurkannya dengan begitu saja. Aku gugup. Kali-kali, jika aku tak sengaja berpapasan denganmu. Debar aneh itu kembali ku rasa. Pipiku kembali merah merona. Ini sudah senja keberapa? Entahlah. Aku saja bingung. Anggap saja hari ini aku sudah lupa denganmu. Anggap saja kita adalah dua orang asing yang sudah berjalan di jalan yang berbeda. Ku rasa dunia ini terlalu luas untuk mempertemukan kita lagi, bukan? Lagi-lagi aku masih takut dan gugup. Mana ku tahu jika waktu berencana ingin mengkhianati kita. Merancang sedemikian rupa hingga keterpisahan kita kini ialah sebab menyatunya kita nanti. Padahal kita mungkin sudah saling mengubur perasaan masing-masing. Ini sudah senja keberapa? Entahlah. Aku saja bingung.
Cintaku berada diantara pergi dan kembali. Baguku, jatuh cinta adalah kata kerja. Meski hanya hati yang merasa, tapi seluruh inci tubuhku rasa-rasanya ikut terjun juga. Bukankah pekerjaan yang dilakukan bukan karena-Nya adalah sia-sia?. Maka usaikanlah semua. Jika kau mencintai seserang tanpa beralaskan tikar-Nya. Jatuh cinta seperti itu adalah duka. Apa kau tak takut murka-Nya? Mereka yang belum terikat tapi sudah merasa terkait satu sama lain. Begitukah yang kau sebut cinta? Kau salah.

part 1 -Pemberhentian temu-

Bising kendaraan dijalanan pagi ini benar-benar hiruk pikuk. Suara klakson dimana-mana. Saling sahut menyahut. Aku tidak tahu, kenapa perasaanku tidak enak rasanya. Aku terbiasa berangkat ke kantor saat jalanan masih lengang. Saat udara masih belum berbaur dengan gas-gas beracun. Saat daun-daun masih kudapati berembun. Tapi hari ini aku sudah terlambat 10 menit. Aku berlari tergopoh-gopoh sambil memegang tas silver yang sudah sejak tadi tergantung disebelah kiri bahuku.  Sepatu tanpa tumit adalah pilihan terbaik dalam keadaan terdesak seperti ini. Dari kejauhan ku lihat halte nampaknya sedang tak ramai. Hanya ada 2 orang perempuan dan satu lelaki yang sedang menunggu. Ku putuskan mempercepat jalan karena sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk tawar menawar lagi. Berjarak satu meter dari halte. Aku merasa melihat sesuatu yang ganjal disana. Ah, tidak mungkin. Ini pasti hanya ilusiku. Apalagi dalam keadaan seperti ini. Yang aku fikirkan  hanyalah bagaimana aku bisa sampai ke kantor d

Prolog.

Mungkin, aku hanyalah kumpulan cerita yang bertumpuk pada rak-rak bukumu. Yang hanya tinggal untuk beberapa saat. Bukan jadi penguat atau penghambat Mungkin, aku hanyalah kosong. Tanpa punya arti apa-apa. Tanda punya tanda tanya maupun titik koma. Tanpa ada tulisan. Tanpa ada coretan. Aku yakin, Tuhan  tidak sedang membuat lelucon pada kita.  Saat tangan Tuhan berbicara. Kitalah yang harus bungkam . Hanya perlu merekam. Setiap kejadian yang baik bahkan pelik yang suka sekali menjadi dendam. Dipertemukan kembali denganmu adalah hal yang sulit ku percaya. Bahkan, ditempat yang seharusnya itu tak mungkin terjadi. Namun itu terjadi. Ah, takdir macam apa ini? Sekali lagi. Aku yakin, Tuhan tidak sedang membuat lelucon pada kita.
Biarlah setiap hari aku merasa diri ini hina. Aku hanya ingin, bahwa penilaian manusia tak menjadi beban untukku. Rasa kesal, kecewa, tak ingin disalahkan cukup ku pendam tanpa ku umbar. Tapi tanpa pula ku pikirkan. Semoga Allah memudahkan. Jika aku memang salah. Semoga Allah memudahkanku untuk berubah.

Puisi

Tidak seharusnya dan tak semestinya hari-hari berlalu dengan sia-sia. 24 jam penuh ragu. 3600 detik duduk termangu Waktu tumpah ruah sayang. Tapi kau biarkan terbuang. Ditengah padang rumput yang penuh ilalang. Katamu; dunia terlalu menyedihkan. Dilucuti orang-orang penghisap jiwa. Tanpa aba-aba. Malu bukan? Kisah si hitam dan si putih tak terbaca lagi. Sudah berlalu dihimpit dongeng-dongeng abu-abu. Begitukah? Iya. Begitu.