Memahamu secara utuh

Sejak kita sadar bahwa dunia tidak seistimewa yang kita kira, kita pun mulai meninggalkan ambisi-ambisi fana yang dulu begitu kita kejar. Kita mulai menghapus satu persatu target pencapaian, melepas keterikatan kita yang rasanya sudah terlalu erat genggamannya pada dunia. Karena ternyata itu semua sungguh melelahkan. Urusan-urusan yang tidak kunjung selesai, keinginan yang semakin banyak, harapan yang semakin bertambah, dan tuntutan-tuntutan baru yang mulai minta ditunaikan.

Tentang sesuatu yang hendak kita perjuangkan, kita mulai menjadikannya lebih sederhana. Karena definisi sukses itu kini sudah berganti. Tidak lagi tentang sesuatu yang besar dan terlihat menyenangkan. Sukses tak lagi tentang apa-apa yang terlihat di permukaan. Bukan tentang hidup mewah, bukan tentang sekolah di mana dan gelar apa, bukan tentang gaji berapa dan sudah membeli apa. Karena sekali lagi, sukses tak lagi tentang apa-apa yang terlihat di permukaan.

Sejak kita mengerti bahwa hidup ini bukanlah perjalanan tanpa tujuan. Maka kita mulai memastikan beberapa hal dalam hidup kita. Disadari atau tidak, ada hal-hal yang selama ini mungkin terabaikan. Pernahkah kita bertanya pada diri kita, untuk apa kita melakukan perjalanan ini? Kenapa kita harus melakukannya? Dan perjalanan seperti apakah yang ingin kita lewati?

Tentang kekhawatiran itu. Dengan siapa kita melalui perjalanan ini (siapa teman dan sahabatmu). Apakah mereka memudahkan atau justru menyulitkan. Sudah cukupkah perbekalan kita untuk sampai ke tujuan? Karena sejatinya  perjalanan ini memakan waktu, menghabiskan energi, tenaga, serta pikiran. Dan akhirnya, kita mulai meninggalkan hal-hal yang memberatkan perjalanan itu. Rasa egois, kekecewaan, kebencian, penolakan, dan ketidakpuasan kita atas garis takdir yang Allah berikan. Kita memilih menjadi orang yang senantiasa mengambil hikmah dalam setiap perjalanan. Menggandakan kebaikan-kebaikan yang kita dapat untuk dibagikan pada orang lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ambisi

Mati

Menulis itu?