Hijrah tanpa istiqamah

Hijrah  berarti pindah.  Hijrah berarti berubah. Berpindah dari kondisi yang kurang baik ke tempat yang lebih baik. Berubah dari jahilliyah menjadi penuh ilmu pengetahuan.
 
Beruntungnya kita sekarang berada di zaman ini. Ketika hijrah menjadi sesuatu yang tidak tabu lagi. Ketika hijrah sudah dianggap hal yang biasa saja. Orang yang kemarin sore masih memakai baju terbuka, hari ini bisa saja memakai baju syar’i.

Semua berbondong-bondong untuk berubah. Ya, seharusnya kita bersyukur. Kalau dulu masih malu-malu, masih belum berani, masih memikirkan apa kata orang. Hari ini semua itu tidak lagi jadi penghalang

Lalu apa yang membuat kita masih belum mau melakukannya?

Fenomena hijrah memamg cukup mencengangkan beberapa tahun terakhir. Mungkin, di situ Allah perlihatkan. Bahwa apapun bisa terjadi di dunia ini. Dulu, eksistensi orang yang berjilbab dalam itu adalah orang yang hafal al-qur’an, rajin ibadah, dan lain sebagainya. 

Namun hari ini mungkin tidak. Karena pada konsepnya jilbab dan akhlak itu adalah dua hal yang berbeda. Kita perempuan sholeh atau tidak tetap harus berjilbab. Karena jilbab itu kewajibab muslimah, tidak peduli kita sudah baik atau belum.

Tapi, akankah semua cukup hanya dengan hijrah?

Nah, di sini lah terkadang ujian yang kita hadapi. Ketika kita berat untuk mengistiqamahkan sesuatu yang sudah kita hijrahkan.

“Aku sudah hijrah, sekarang sudah mulai tilawah 1 lembar sehari”
Lalu beberapa hari kemudian. Mushaf kembali hanya menjadi kenangan.

Istiqamah bisa dikatakan sebagai suatu bentuk konsisten kita dalam melakukan suatu perbuatan. Bagaimana kita menjaga amalan-amalan yang mulai kita bangun ketika hijrah. Bagaimana kita tetap senang menjalankan suatu perubahan baik yang selama ini kita lupakan.

Nyatanya itu tidak mudah. Karena manusia ternyata memiliki sifat future. Terkadang imannya naik turun. Itu manusiawi kok. Tidak ada yang salah dengan hal demikian.

"Istiqamah adalah sebuah derajat, dengannya berbagai urusan menjadi sempurna dan berbagai kebaikan dan keteraturan bisa diraih. Barangsiapa yg tidak istiqamah dalam kepribadiannya maka dia akan sia-sia dan gagal. Dikatakan istiqamah tidak akan bisa dilakukan kecuali oleh orang-orang yg besar, karena ia keluar dari hal-hal yg dianggap lumrah, meninggalkan adat kebiasaan, dan berdiri di hadapan Allah Azza wa Jalla dengan jujur.
(Imam al Qusyairi, Syarhul Arbain libni Daqiqil 'ied)

Dari Umar bin Habib al-Khathami radiallahu ‘anhu, ia berkata, “Iman itu bertambah dan berkurang”
Kemudian ada yang bertanya kepadanya, “Apa itu bertambah dan berkurangnya?” Ia menjawab, “Jika kita mengingat Allah kita puji dan kita sucikanDia, itulah bertambahnya iman. Apabila kita lalai dan lupa, maka itulah masa berkurangnya”.

Maka jangan bersedih dan putus asa ketika kita merasa sedang futur. Merasa iman kita sedang turun. Yang perlu kita lakukan adalah mencoba menjaga yang tersisa walaupun sedikit.

Misalnya, biasanya kita tilawah 1 juz sehari. Tapi hari ini tiba-tiba kita hanya bisa menyelesaikan setengah juz. Maka keesokan harinya jangan biarkan sampai kurang dari setengah juz. Karena seharusnya yang kita lakukan adalah mencoba menambahnya walaupun sedikit demi sedikit.





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ambisi

Mati

Menulis itu?