Pilih-pilih syariat

Pada hakikatnya dalam diri manusia ada fitrah untuk selalu berbuat baik sesuai agamanya. Mereka sebenanrya sadar bahwa setiap laku dan perbuatan itu sudah diatur. Aturan itu yang akan menjadi kebiasaan dalam diri dan akhirnya berubah menjadi sebuah karakter.

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
 (Q,S Ar-rum: 30)
 
Tentu di luar sana sudah banyak kita temui semua orang dengan perbedaan karakternya. Tidak ada yang akan pernah sama. Bahkan ketika dua orang teman sedang berinteraksi dan berkata “eh, kok kita sama ya?” itu hanyalah persepsi sementara.

Katakanlah, sesama apapun sifat, perangai, dan laku mereka. Pasti ada yang berbeda dari keduanya. Ya, karakter.

Kenapa itu bisa terjadi?

Karena setiap manusia dibentuk oleh kebiasaan yang berbeda. Mulai dari kebiasaan dalam keluarga, dalam masyarakat, dan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Syariat hadir ditengah kehidupan manusia untuk menyamakan kebiasaan baik, yang seharusnya dilakukan manusia. Kebiasaan yang terkadang luput dari pandangan manusia. 
 
Syariat mengatur banyak dalam kehidupan manusia. Nyaris seluruh line kehidupan. Dari mulai hal yang paling sederhana sampai hal paling rumit. Dari hal receh sampai hal berat. Dari hal yang biasa saja sampai luar biasa. Cara makan, minum, duduk, tidur, berjalan, beribadah, berbicara, berpikir, menuntut ilmu, berakhlak. Semuanya diatur. Diatur sangat rapi.

Misalnya, ketika mau memasang sepatu dahulukan kaki kanan, minum dan makan tidak boleh berdiri. Atau contoh besarnya mengatur tentang tata cara sholat, zakat, muamalah, dan lain sebagainya.

Kalau kita mau merenungkan lebih dalam coba pahami, kenapa Allah mau mengatur itu semua sampai sedetail itu? Akankah semuanya hanya berujung dengan sebuah peraturan? Tidakkah Allah ingin menunjukkan sesuatu pada kita?

“Dan tidaklah Allah menciptakan segala sesuatu sia-sia”
(Q.S Ali Imran: 191)

Yap! Segalanya punya maksud dan tujuan. Ada sesuatu yang harus kita capai dalam segala bentuk syariatnya. Pencapaian yang menghasilkan suatu kedekatan dengan Rabb-Nya.

Tapi ada yang aneh di sini. Kita bersikap seolah-olah tidak adil terhadap syariat itu. Ada beberapa yang kita jalankan. Dan ada pula yang kita tinggalkan. Terkadang kita pura-pura lupa dengan syariat itu. Memilih menjadi manusia abu-abu. Disebut meninggalkan syariat islam juga tidak, disebut menjalankan syariat islam juga tidak. Lalu kita berdiri di mana?

Pilih-pilih syariat nampaknya sudah menjadi persoalan yang biasa. Ketika syariat itu kita butuhkan, sesuai dengan keinginan kita, kita mau menjalankannya. Tapi ketika syariat itu sudah melewati batas dari kebiasaan hidup kita, maka kita memilih untuk tidak menjalankannya terlebih dahulu (meninggalkannya)

Kalau ke pengajian baru memakai hijab syar’i. Kalau ada acara yang berbau islami, baru pakaiannya sesuai syariat. Terlepas dari itu? Ya, terserah dong mau seperti apa.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ambisi

Mati

Menulis itu?