Banyak hal yang tak bisa ku ceritakan langsung padamu. Semenjak kita memutuskan tak lagi menjadi satu sama lain. Misalnya, ketika ranting itu mulai tua dan memutih lalu patah. Atau ketika daun-daunnya mulai mengering dan tanggal satu persatu. Ia membiarkanku menatapnya dalam-dalam dan lama-lama. Atau ketika segerombol angin yang sering berlalu lalang di depan pohon itu. Hanya untuk berhembus sebentar saja, lalu pergi. Menyisakan hawa dingin, tanpa membalas dengan rasa hangat. Seperti itulah jeda. Jeda yang diciptakan Tuhan untukku. Jeda, untuk mengenalmu agar aku lebih mengenal-Nya. Jeda, yang menyulap luka menjadi tawa. Jeda itu banyak sekali mengajarkanku perihal melepaskan. Melepaskan kamu, salah satunya. Mungkin, akuu tak lagi berbicara perihal kenangan rutin yang sering bertamu padaku. Namun, aku berbicara tentang keheningan yang menguntit ku dari belakang. Keheningan yang merasuk hebat ketika dadaku ternyata belum menerima kepergianmu seutuhnya. Namun, bukankah ranti...