Belajar dan mengajar
Hidup tak pernah lepas dari dua hal tersebut. Kalau kita tidak sedang belajar berarti kita sedang mengajar.
Kita punya deretan mimpi yang ingin dicapai. Setiap hari kita mengahbiskan banyak waktu untuk mencapai impian tersebut. Berawal daripada seorang siswa, berlanjut menjadi mahasiswa, berakhir menjadi seorang sarjana. Dan hari ini, kita lalu disibukkan dengan setumpuk pekerjaan. Pekerjaan yang rasanya tidak pernah selesai. Hingga kita lupa, bahwa belajar bukan hanya untuk itu, lebih dari itu. Belajar untuk bermanfaat.
Saat kita belajar, kita harus siap menjadi sebuah wadah yang kosong. Dan kita jualah yang memilih memasukkan wadah itu dengan apa. Dengan hal baikkah atau sebaliknya. Dengan sesuatu yang bermanfaatkah atau sesuatu yang sia-sia. Pernahkah kita berfikir, karakter seseorang sebagian besar dibentuk ditempat dimana ia banyak belajar. Ditempat dimana ia banyak menghabiskan waktu.
Maka carilah tempat belajar yang bisa membuatmu menjadi seseorang yang berguna di dunia maupun di akhirat.
Saat mengajar, bukan berarti kita sudah tahu segalanya. Bukan berarti kita lebih pintar dari orang lain. Bukan berarti kita tidak punya kesalahan. Apa yang kita sampaikan tentu sesuai dengan ilmu yang kita miliki. Jika pengetahuan kita hanya sampai A, maka yang kita ajarkan tentu hanya sampai A. Sebab, sekecil apapun yang kita ajarkan kepada orang lain akan dipertanggungjawabkan suatu hari nanti.
Akankah kita mau menyampaikan sesuatu tanpa ilmu? Lalu membiarkan kesalahan-kesalahan itu tidak berhenti. Bahkan sampai ke beberapa generasi.
Dalam hidup, semua diciptakan memang seharusnya seimbang. Ketika kita mau menjadi murid. Berarti kita juga harus mau menjadi guru. Tidak mungkin seseorang itu hanya terpaku dengan satu pilihan. Namun juga harus berani mengambil pilihan yang lain.
Kita harus bisa memposisikan diri diantara dua hal tersebut. Jangan hanya mau belajar, tapi harus siap juga untuk mengajar.
Jangan hanya mau mengajar, tapi malas untuk belajar. Mengupgrade ilmu itu penting. Supaya kita selalu menjadi manusia yang menunduk. Dan sadar, bahwa ternyata ilmu itu terlalu luas dan kita terlalu kecil untuk memahami segalanya.
Di antara pilihan-pilihan itu bisa saja membuat kita sesak. Bisa saja membuat kita menguras banyak tenaga. Bisa saja pilihan itu berat.
Tapi, bukankah itu tandanya kita hanyalah sesuatu yang diciptakan? Lemah dan banyak salahnya.
Pada akhirnya kita akan menyadari. Bahwa apa-apa yang kita punya hari ini hanyalah fasilitas sementara yang Allah amanahkan. Apakah diujung waktu nanti, saat Allah mengambil amanah itu kembali kita sudah menggunakannya sebaik mungkin? Atau jangan-jangan kita terlalu lama teledor, lalu kehilangan segalanya tanpa mempersiapkan bekal apa-apa.
Komentar
Posting Komentar