Kunamai hari itu hari duka
Dua tahun lalu, detik-detik seperti ini. Saat semua dada
orang-orang itu berdebar, aku juga. Saat dekapan tangan itu menampung lebih
lama, aku juga. Saat doa-doa terbaik dilangitkan lebih banyak, aku juga. Kita,
melewati peristiwa yang sama.
Tetapi, aku tidak tau hasil keputusan takdirmu hari ini,
yang aku tau 2 tahun lalu aku gagal. Aku gagal menginjakkan kaki dikota itu. Aku
gagal menimba ilmu di sana. Aku gagal meraihnya seperti rangkaian mimpi yang
sudah kubuat.
Tidak ada satupun yang terlupa, bagaimana kecewanya aku hari
itu. Tangisan itu terlalu banyak untuk bisa kujelaskan padamu. Entah berapa
butir yang telah menetes, sudah kubilang terlalu banyak. Kemarahanku meledak. Tapi
kepada siapa? Entahlah.
Kunamai hari itu hari duka.
Aku tidak peduli seberapa bahagianya mereka di luar sana. Karena
mereka mungkin juga tidak akan peduli denganku. Siapa yang bersedia kubagi dengan
bebanku ini? Tidak ada. Pada hari itu semua orang sibuk dengan dirinya
masing-masing. Tentu saja, aku juga begitu.
Aku menganggap semua ini adalah segalanya. Aku menganggap bahwa
setelah ini tidak akan ada lagi kesempatan selanjutnya. Menganggap bahwa semuanya telah
selesai. Dunia ini begitu kejam. Mudahnya mengubur harapanku hidup-hidup,
tanpa perasaan.
Hari ini dengan segenap kesadaranku. Aku mengakui bahwa aku
salah. Aku salah menerka takdir Allah seburuk itu. Aku salah menceritakan
padamu tentang sedihku. Karena sesungguhnya logikaku sebagai manusia atas
hidupku tidak akan pernah mampu menyamai logika Allah.
Hari ini, begitu banyak yang harus kusyukuri. Rezeki-rezeki
yang tidak pernah kuminta satu-persatu berdatangan. Rencana-rencana yang tidak
pernah kuduga ternyata terjadi begitu saja dengan hebat. Aku tidak pernah mampu
mmbaca skenario Allah. Begitu apik.
Ternyata kegagalan dua tahun yang lalu itu menjadi titiik
balik hidupku. Dongkrakan itu begitu keras, hingga aku Allah letakkan jauh ke
titik ini.
Jadi malu sendiri, Ya Allah kok dulu cengeng banget ya. Ya
Allah kok aku dulu jahat banget. Sampai tidak percaya dengan keputusanMu, hamba
macam apa sih aku ini?
Ternyata seindah ini akhirnya. Aku pikir..ah sudahlah. Bukankah manusia
itu selalu berlagak sok tau?
Hikmah itu ternyata tidak pernah salah tempat. Pembelajaran itu
benar, tidak semua hal yang kita genggam itu sesuai dengan keinginan kita. Karena inginnya
Allah dan inginnya kita itu beda. Kita ingin yang baik, sedangkan Allah ingin
yang terbaik. Kita maunya dunia, ternyata Allah ingin beri kita dunia dan
akhirat.
Sesimple itu.
Komentar
Posting Komentar