Antara cinta dan muara kehidupan
Berbicara tentang cinta, berarti berbicara mengenai hampir dari seluruh hidup kita. Saat usia sudah matang. Rasanya banyak sekali hal-hal yang mesti kita pertimbangkan. Tentang menuruti. Membagi. Memahamkan. Atau sekedar memberitahu.
Kita sadar, bahwa cinta memang mengambil peran yang sangat besar dalam setiap episode hidup.
Orang yang dulunya jahat bisa berubah jadi baik. Pun, sebaliknya.
Orang yang dulunya biasa saja bisa berubah jadi luar biasa. Pun, sebaliknya.
Perubahan-perubahan itu wajar sebenarnya. Ketika kita berusaha menyanggupi dan memberikan yang terbaik untuk cinta.
Selama ini kita sudah cukup berkelana terlalu jauh. Menghabiskan banyak tenaga yang terkadang membuat kita terduduk lemas. Dari hari ke hari sepertinya kesibukan membuat kita harus melupakan banyak hal. Tentang iman, amal dan ibadah yang sering terbengkalai. Semuanya kita pukul rata.
Begitupun dengan saya. Saya pernah berada diposisi antara memilih cinta dan keinginan diri sendiri. Mereka tiba-tiba bertabrakan.
Begini ceritanya.
Dari awal nggak pernah berfikir untuk kuliah di jalur kesehatan. Apalagi menjadi seorang bidan. Nggak pernah membayangkan sama sekali. Masih saya ingat jelas bagaimana dulu selalu cercok sama mama. “Ma, pokoknya mona mau ambil teknik fisika. Mona nggak suka pelajaran biologi. Apalagi yang berbau hafalan.” bantah saya berkali-kali ketika mama tidak setuju saya mengambil jurusan teknik.
Tapi saya tetap tidak mau. Karena saya punya mimpi yang lain.
Kalimat itu benar ‘ridho orang tua adalah ridho Allah’. Dengan segala usaha dan do'a yang sudah saya coba. Disinilah muara akhirnya. Disinilah jalan pilihan-Nya.
Entah bagaimana takdir Allah untuk saya. Entah apa yang ingin Allah ajarkan melalui hal ini. Mungkin ini adalah do'a dari mama. Atau mungkin, akan ada satu jiwa yang lahir ke bumi hanya jika saya yang menolongnya. “Dulu cita-cita mama jadi bidan. Eh ternyata Allah mewujudkannya lewat mona. Nggak buruk kan?”. Ucap mama menguatkan saya untuk tetap teguh disini.
Setelah dijalani. Ternyata nikmat Tuhan memang tidak pernah pergi jika kita selalu bersyukur. Seorang bidan adalah profesi yang mulia bukan? Tangannya adalah jelmaan tangan Tuhan ketika membantu seorang ibu melahirkan. Lalu, setiap peluh yang keluar akan menjadi saksi untuknya di akhirat atas ibadah luar biasa yang sudah ia lakukan.
Pilihan Allah adalah pilihan terbaik dari yang paling baik.
Keputusan itu saya ambil untuk mama, cinta saya.
Tentu tak lepas untuk cinta saya kepada Allah.
Komentar
Posting Komentar